oleh

Menjamurnya Penambangan Ilegal Di Kecamatan Pakis Di Sikapi Anggota DPR RI Komisi II

Kab. Malang – Detik Bhayangkara.com

Salah satu program proyek strategis nasional yang saat ini tengah dikebut pelaksanaannya, adalah pembangunan infrastruktur jalan tol Malang – Pandaan (Mapan)

Usai urusan pembebasan lahan dan sosialisasi kepada warga berdampak kelar, pelaksana proyek bergegas melakukan pemadatan dan pematangan lahan kembali.

Sehingga, lonjakan kebutuhan akan tanah urugan proyek strategis jalan tol dan program pembangunan di Kecamatan Pakis inilah yang diduga dimanfaatkan sebagai aji mumpung.

Dengan menggandeng dan kongkalikong dengan oknum aparat, mereka menambang lahan secara terang-terangan, sementara beberapa penambang yang tidak menggandeng oknum aparat,dalam menjalankan usahanya dengan rasa was-was, karena beberapa kali dilidik oleh aparat.

Salah satu contoh pertambangan ilegal adalah yang berada di desa Saptorenggo kecamatan Pakis milik Sub con PP yang bernama PT Viratama, anehnya. meskipun tidak memiliki izin pertambangan, namun hingga kini masih bebas menjalankan operasinya, dan kuarinya (lahan) tersebar beberapa titik di daerah dekat Tol yang berada di kecamatan Pakis.

Setali tiga uang, Pemerintah daerah seolah melegalkan bisnis gelap keruk mengeruk kulit bumi ini. Berdalih menerapkan Undang-undang Nomor 28 tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah menarik pajak terhadap pemilik pertambangan, tidak peduli apakah tambang galian C tersebut legal atau ilegal. Besaran pajak ditentukan dari laporan volume pengerukan tanah galian.

Kondisi tersebut, membuat Irjen Pol (Purn) Drs. H. Eddy Kusuma Wijaya SH, MH, MM yang saat ini menjabat anggota komisi II DPR RI angkat bicara, menurutnya hal tersebut melanggar UU No 4 tahun 2009 Pasal 158 tentang Pertambangan, Minggu (23/9/2018).

” untuk penambangan galian jenis non logam yang ilegal, siapa yang akan bertanggung jawab reklamasinya pasca proyek selesai, sementara untuk lahan yang telah memiliki ijin Berupa IUP OP pertanggungjawabannya jelas, karena tertera pada ijin tersebut,” ungkap Eddy yang akrab disebut Ekuwi kepada awak media ini.

Masih menurut Ekuwi, jangan sampai Kebutuhan akan tanah uruk untuk proyek tersebut, mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah, karena lemahnya kesadaran para pelaku pertambangan menjaga keseimbangan lingkungan,yang berdampak pada salah satu faktor penyebab kerusakan alam.

” di hawatirkan untuk memenuhi kebutuhan tanah uruk pembangunan tersebut, penambangan dilakukan secara sporadis, bahkan ke daerah yang dilarang untuk penambangan,” pungkasnya.

Dalam UU No 4 tahun 2009, devinisi usaha penambangan adalah suatu kegiatan dari usaha pertambangan untuk melakukan produksi mineral dan batubara. Jadi, menggali dan menjual tanah urug sudah termasuk dalam kategori usaha pertambangan. Artinya, harus ada izin usaha pertambangan yang resmi.

“Jadi jangan ada dalih menggali dan menjual tanah timbun untuk meratakan tanah yang nantinya digunakan untuk perumahan,” pungkasnya. (Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed