Detik Bhayangkara.com, Kab malang- Sikap tegas Polres Malang dalam mengamankan dan menutup galian C ilegal jenis sirtu, Jum’at (15/3/2019), dinilai Kadiv investigasi Lembaga Pemantau Pengawas dan Investigasi Aparatur Negara Republik Indonesia (LP2I) merupakan langkah yang tepat, karena jangan sampai kasus yang pernah dialami Salim Kancil kembali terulang di bumi Arema.
Sebelumnya, melalui media lain diberitakan bahwa, Sejumlah warga Desa Ngadireso merasa keberatan dengan adanya penutupan reklamasi yang dilakukan oleh Polres Malang di Desa Ngadireso, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang.
Bahkan, Febri selaku pemilik tambang menyampaikan bahwa, memang benar adanya penutupan proyek reklamasi yang di lakukan oleh pihak Polres, padahal tujuan warga masyarakat untuk pemerataan di Desa Ngadireso, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang nantinya setelah reklamasi akan di pergunakan untuk pertanian dan perkebunan, dan reklamasi tersebut merupakan mata pencaharian warga masyarakat Desa Ngadireso.
Melalui awak media ini, Rudy menegaskan bahwa kegiatan pertambangan jenis sirtu di desa Ngadireso tidaklah tepat bila diklaim sebagai reklamasi, bahkan diterangkan bila warga merasa keberatan atas penutupan tersebut, Selasa (19/3/2019).
” ini masih awal menggali tanah sirtu, kenapa disebut reklamasi? , bahkan disebutkan sejumlah warga menolak, coba bila dibuka kembali pertambangan tersebut, lebih banyak mana jumlah yang menolak dengan jumlah yang menyetujui,” tegas Rudy.
Menurut Rudy, Reklamasi tersebut dimulai dengan kegiatan menanam kembali pohon pada lahan kritis bekas galian C supaya membantu regenerasi struktur tanah, dan mengembalikan kesuburan tanah. Sistem irigasi diperbaiki dan pola sengkedan pada lahan pertanian diterapkan. Penerapan teknologi lingkungan sederhana menjadi pilihan untuk memulai hidup baru dengan kondisi lingkungan yang sehat dan seimbang.
” apabila dikatakan proyek reklamasi tersebut merupakan sumber mata pencaharian bagi warga masyarakat sekitar, menghidupi keluarga mereka sehari-hari, kenapa tidak menggunakan tenaga manusia (manual), sehingga bisa memperdayakan masyarakat sekitar ,” ungkapnya.
Jadi pengertian reklamasi Menurut UU No. 27 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, definisi reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
” tujuan pemerintah membuat undang-undang dalam pertambangan, supaya ada kontrolnya, dan bukan mempersulit, karena ketika usai aktivitas pertambangan didaerah tersebut, ada pertanggungjawaban dari pelaku usaha dalam bentuk reklamasi,” bebernya.
Ketentuan pidana pelanggaran UU No 4 Tahun 2009 :
a) Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
b) Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
c) Setiap orang yang rnengeluarkan IUP yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
” untuk itu disampaikan kepada pelaku usaha, agar mengikuti aturan yang ada, dan tolong jangan mengatasnamakan masyarakat untuk kepentingan pribadi, yang pada akhirnya berdampak pada konflik di masyarakat itu sendiri, kepada aparat penegak hukum saya sampaikan apresiasi dan dukungan atas kinerjanya yang dapat mengayomi masyarakat,” pungkasnya. (Red)
Komentar