Detik Bhayangkara. com, Sulsel- Kasus kecelakaan yang menimpa Syafei (18) di Luwu Timur (Lutim) yang berujung pada kematian masih berlanjut. Sebab, diduga Pelajar dibawah umur dijadikan saksi malah disiksa dan dipaksa mengaku akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, sementara ada beberapa yang dianggap tersangka pelakunya kabur tidak diproses.
Bahkan menurut salah seorang Polisi yang bertugas, Hardy menyatakan bahwa, beberapa hari yang lalu pihaknya menggerebek tempat persembunyian David, salah seorang yang diduga pelaku utama yang belum juga ditemukan sampai saat ini, terhitung sudah berkisar 5 bulan buron.
Ketua Jendela Pendidikan Nusantara (JPN) Wilayah Makassar, Andi Muh Rifaldy sangat menyayangkan atas tindakan oknum institusi terkait dalam proses penegakan maupun penanganan hukum. Peristiwa terjadi pada November 2018 lalu, ada dua tersangka Pelajar yang diketahui telah ditetapkan oleh Penegak Hukum Lutim yakni AD (15), dan WY (18).
Pelajar yang dianggap saksi tersebut berujung dijadikan tersangka ini telah membuka lembaran baru. Pasalnya, setelah ibu tersangka AN(15) banding (menggandeng Pengacara baru), dan atas putusan yang dijerat anaknya dengan hukuman 5 tahun dan 6 bulan pembinaan, akhirnya perlu mendapat perhatian khusus oleh karena hasil putusan oleh Pengadilan Tinggi Makassar turun berkurang 4 tahun alias sisa 1 tahun dari 5 tahun hukuman sebelumnya, (Nomor surat Putusan PT Makassar tertanggal 14 januari 2019 Nomor. 2/Pid.Sus-Anak/2019/PT.Mks.) berarti sekitar 80% drastis pengurangan, ini merupakan tanda Tanya besar dan pasti kesalahan fatal yang dilakukan pihak pihak penyidik, baik polres, pengacara pendamping dari posbakum, jaksa maupun Pengadilan Negeri Malili yang telah menetapkan hukuman berat yang TERBUKTI tidak layak.
“Kami berharap ke beberapa pihak untuk dapat perhatian sekaligus telusuri kasus ini agar bisa diminimalisir petugas petugas suara malaikat yang dipercayakan dalam penanganan kasus penegakan hukum, untuk Indonesia kedepa agar tetap mendapat kepercayaan dari pihak masyarakat umumnya,” katanya Senin (08/04/2019).
Sementara, menurut Ketua Umum JPN Julia, Pelajar ini perlu untuk kami dampingi terus bersama Ketua JPN Makassar bersama beberapa Pemerhati Anak lainya, karena sudah terjadi diskriminasi oleh beberapa Pihak Penyidik, dalam Proses Penegakan Hukum yang menjerat pelajar dibawah umur generasi masa depan anak bangsa tersebut.
Atas inisiatif orang tua (ibu dari AN(15) berjuang demi anaknya yang dijerat hukum, yang tidak sesuai procedural tersebut akhirnya berhasil membuktikan ada kesalahan di Proses Penyidikan.
Pasalnya, Kata ibu AN Saat banding di bulan Februari 2019 itu belum masuk laporan saya, terkait anak saya di siksa dan dipaksa mengaku serta tidak diberi hak anak saya untuk ikut belajar ujian, saat diproses di Penyidikan Polres serta tidak ada selembarpun berupa surat keterangan atas perkembangan kasus anak saya, sebagai aturan tahap proses penyidikan yang harusnya saya terima.
” tapi Alhamdulillah Allah Maha melihat dan Maha Adil sehingga hukuman anak saya berkurang turun banyak sampai 4 tahun, namun saya belum merasa puas karena setelah putusan hasil banding dari PT Makassar, saya kembali melaporkan semua yang dilakukan pihak Penyidik terhadap saya dan anak saya ke PROPAM Lutim, namun sampai saat ini masih diindahkan alias tidak terproses oleh Pihak Wassidik Polda SulSel,” Katanya Via seluler kepada JPN (5/04/2019).
Sementara itu Ketum JPN, Julia menegaskan Bahwa, ini sudah ada unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Pihak Kabag WASSIDIK Polda Sulsel.
” ini merupakan Pembiaran karena sengaja mengulur – ulur masalah yang dilakukan anggotanya dalam menjalankan tugas, yang jelas jelas berdampak kinerja buruk Polri karena dari pengakuan Propam Lutim sudah menerima laporan Ortu AN dan AN(15), atas perlakuan penyidik yang tidak memanusiakannya bahkan merampas Hak nya namun dikonfirmasi beberapa kali hingga hari ini pun, Senin (08/04/2019) pihak Propam Lutim (Iptu Simon Siltu) masih menunggu bahkan mengaku mendesak tanggapan/ putusan dari Wassidik yang sudah dilimpahkan sejak lama atau sekitar tiga bulan yg lalu dan atas keterlambatan tanggapan WASSIDIK maka bisa berimbas pada kinerja buruk bagi kami juga PROPAM,” katanya.
Ditambahkannya, Mengingat para petugas terkait dianggap kurang Profesional tugas dibidangnya, yakni mulai dari penyidik sampai Rumah Tahanan (Rutan) Luwu Utara di Masamba pasti perlu dipantau kinerjanya, dan terbukti saat kami kunjungan sekitar 3 hari yang lalu ke Desa Benteng, kecamatan Mappedeceng RUTAN Masamba Luwu Utara, kami menemukan lagi sesuatu yang rancuh alias tidak berjalannya kinerja pihak pihak terkait, atas perhatian sekaligus pemberian Hak belajar/ ikut ujian kepada AN(18).
Menurut pihak Kepala Rutan Efendi wahyudi menyatakan bahwa, selama tidak ada SOP/ surat yang diberikan, kami dari pihak Jaksa yang menitip napi maka kami tidak ada hak untuk melepasnya, termasuk memberikan haknya untuk mengikuti Ujian ke sekolahnya, meski Pengacaranya Ronal Efendy juga sudah datang kesini menyampaikan bahwa atas nama AN (15) itu sudah banding turun 4 tahun, dan lanjut Kasasi di MA dan atas surat MA yang ditembuskan kepadanya, maka tidak ada lagi hak Petugas terkait menahan AN (15) sesuai surat Penetapan MA No. 1657/2019/S.505.Tah.Sus.An/PP/2019/MA dalam hal tersebut MENETAPKAN Memerintahkan menahan Anak II dalam Rumah Tahanan Negara untuk paling lama 15 (lima belas) hari, terhitung mulai tanggal 25 Januari 2019.
“Namun demikian kami tetap menahan AN (15) dan tidak membiarkan ikut ujian ke sekolahnya hingga 5 tahun dan 6 bulan kedepannya selama tidak ada konfirmasi dari jaksa, karena surat penitipan yang kami terima saat serah terima seperti itu dan sampai saat ini belum pernah ada surat/ tembusan bahkan permohonan pihak Jaksa yg titip untuk para pelajar yang masih kami tahan,” ungkapnya.
Ditambahkan, Jaksa juga membuat data kami error karena kurangnya konfirmasi perkembangan kasus yang ada disini, itu mungkin akibat jaksanya error juga karena barusan ada kasus yang turun drastis lebih dari 80% bahkan bisa jadi ada perkembangan baru hingga 100% dari MA dan masih ada 5 orang pelajar termasuk AN(15) yang tidak bisa kami beri Haknya untuk ikut ujian final sekolahnya yang sudah mulai sejak tgl 4 April 2019.
” akibat SOP yang kami butuhkan baik dari Jaksa juga pihak Hakim Pengawas WASMAT yang sangat jarang bertugas, bahkan nyaris tidak pernah memantau padahal ini tugas WASMAT,” tutup perbincangan KA. Rutan bersama stafnya Muharram dengan Ketua JPN Makassar Andi Muh. Rifaldy, Jumat (5/4/2019).
Hasil dari konfirmasi dari pihak dinas pendidikan maupun Kepala sekolah, Aris Ruruk menyatakan bahwa, ujian kali ini tidak bisa dilakukan keluar dari sekolah, karena system online di satu server yang hanya ada disekolah masing masing.
” jadi kami hanya bisa berharap dan menunggu AN(18) bisa didatangkan ke sekolah oleh pihak terkait juga berdasarkan surat tembusan dari pihak kami Dinas Pendidikan Lutim ke beberapa dinas terkait, termasuk Polres Lutim, Kejaksaan maupun beberapa dinas terkait termasuk Ortu dan Pengacara AN(15),” tuturnya (Senin, 8 April 2019) kepada Wartawan Detik Bhayangkara. (Tim)
Komentar