Dirinya mencontohkan Haji Dulrochman. Ada dugaan rekayasa dalam surat perjanjian yang dulunya disepakati secara lisan bahwa pihak penjual diperbolehkan menggarap tanah itu kembali selama 3 tahun. Namun faktanya dalam surat perjanjian yang di ketik rapi itu tidak ada pasal terkait garapan lahan bagi masing masing penjual.
“Itu sebagai bentuk rekayasa,” tegas Ketua LSM Gerakan Jalan Lurus Pati yang mencatat ada sekitar 17 warga yang menjual tanah lewat perantara calo
Sumadi menyesalkan para calo yang merugikan pemilik tanah. Apalagi calo itu melibatkan perangkat desa yang “menguasai” tanah seluas sekitat 7 hektar
Ketua GJL Kudus, Deny mengungkapkan pihak jarum super sudah dilarang Pemkab Kudus membeli tanah tanah warga Kudus.
” Wajar saja jika pihaknya melebarkan bisnisnya di luar kudus,”ujar Deny.
Menurut pria bertubuh gendut itu, pihak calo jelas merugikan para penjual. Mereka mengiming-imingi warga menjual tanah tersebut, karena bisa dikelola selama tiga tahun.
“Jika warga itu tanggap harusnya wajib menanyakan soal CSR (corporate Sociaty Responcibility), terkait hal kesejahteraan warga sekitar perusahaan,” ungkapnya.
Bila hal itu direspon dari pihak calo tanah, mereka justru tidak bisa menguasai lahan secara kelompok. (Tim)
Komentar