oleh

Penyampaian pendapat di muka umum bersama GJL

-daerah-3,757 views

Detik Bhayangkara.com, Kab. Pati-  Lebih dari 200 masyarakat Pati bersama anggota GJL mendatangi kantor di Kantor BPKAD, Masyarakat Minta Tarif BPHTB Diturunkan Sesuai Peraturan Terbaru

Unjuk rasa Ormas yang tergabung dalam Gerakan Jalan Lurus (GJL) di depan kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) menuntut kebijakan pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Pati disesuaikan dengan UU BPHTB terbaru yang telah ditetapkan Presiden Jokowi, Kamis (12/9).

Aksi unjuk rasa itu menggaungkan penerapan BPHTB sangat memberatkan masyarakat Pati dan harus diturunkan sesuai ketetapan undang-undang terbaru.

Ketua Umum Gerakan Jalan Lurus (GJL) Riyanta,SH mengatakan, dalam aksi unjuk rasa itu bahwa ketentuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 87 pengenaan BPHTB seharusnya didasarkan pada nilai transaksi. Akan tetapi yang terjadi, oleh pihak BPKAD sendiri menggunakan kewenangan subyektifnya untuk menentukan harga yang tidak sesuai dengan transaksi.

“Dalam KUH Perdata diatur dalam kesepakatan jual beli bahwa harga diatur oleh para pihak sesuai dengan asas-asasnya. Jangan seperti dalam rilis, kami ada jual beli senilai 160 juta tetapi dalam nilai transaksi di BPKAD ditulis 2 milyar,” pungkasnya.

Menanggapi aksi demo, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pati Turi Atmoko menyampaikan terkait BPHTB yang menjadi 1%. Menurutnya tarif BPHTB di Kabupaten Pati sudah paling rendah diantara kabupaten yang lain. yaitu 2,5%.

“Mengacu di undang-undang tarif BPHTB itu maksimal 5%. Sehingga boleh 2,5% bahkan 1%, tetapi landasannya mengacu pada peraturan daerah,” ungkap Turi Atmoko.

Sementara terkait permintaan revisi tarif BPHTB, Turi Atmoko menjelaskan ada dua alternative. Yaitu merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 untuk langsung menetapkan tarif BPHTB menjadi maksimal 1% sehingga semua daerah harus mengikuti itu. Atau cukup perubahan perda di Kabupaten Pati.

“Terkait dengan perubahan perda dari tarif 2,5% menjadi 1 % itu perlu adanya pengkajian. Kemudian perlu adanya pembahasan di DPRD, evaluasi gubernur, dan lain-lain karena itu berhubungan dengan pendapatan daerah,” pungkasnya. (Sumadi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed