Detik Bhayangkara.com, Koltim-Netralitas bagi ASN dalam Pilkada adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, hal itu diatur dlm UU No.10/2016 tentang pilkada maupun dlm UU No.5/2014 tentang ASN dan peraturan turunannya sebagaimana dalam PP No.11/2017 tentang manajemen ASN, PP 53/2010 tentang disiplin PNS, dan dipertegas lagi dalam peraturan Kepala BKN No.21/2010 ttg ketentuan pelaksanaan PP 53/2010.
Menurut Sekretaris Jaringan Demorasi indonesia (JaDI), Andi Asri mengatakan, kalau ada ASN yang melanggar netralitas ini kemudian berdalih tidak tahu aturan, saya katakan pura-pura tidak tahu, karena aturannya sudah sangat jelas dan tegas.
”Persoalan netralitas ASN sebenarnya sudah menjadi issue klasik yang selalu berulang-ulang dalam setiap ivent pemilihan, terlebih lagi dalam pilkada dimana biasanya ada calon petahana yang seringkali menyeret-nyeret dan melibatkan ASN untuk kepentingan politik praktisnya,” ucapnya.
Masalah-masalah tersebut tentu menjadi problem dan tantangan dalam rangka penguatan proses berdemokrasi, khususnya bagi penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk menegakkan keadilan pemilu, walaupun tentu tanggung jawab tersebut tidak bisa hanya diserahkan sepenuhnya kepada Bawaslu, akan tetapi seluruh stakeholder memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal proses demokrasi yang sehat dan berintegritas.
”ASN secara personal harus ada kesadaran untuk tidak melibatkan diri dalam politik praktis. Begitupun masyarakat dan civil society harus berperan serta lebih aktif, jangan ragu untuk melapor di Bawaslu apabila menemukan oknum ASN yang melanggar,” ungkapnya.
Lanjut Asri, ASN sebagai pelayan masyarakat harus netral agar dapat memperlakukan siapapun secara adil,sehingga ASN jangan mau untuk terlibat atau dilibatkan dalam politik praktis.
”Untuk menghasilkan pilkada yang beritegritas, maka semua pihak siapapun itu termasuk ASN harus taat, dan tunduk terhadap segala peraturan perundang undangan,” tambahnya.
Menurut presidium JaDI, Adly Yusup Saepi terkait ASN yang ingin maju sebagai bakal calon dalam pilkada, apakah itu masuk dalam ranah netralitas ASN yang dimaksud dalam UU atau tidak?.
Mencalonkan diri dalam Pilkada adalah hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin oleh UU termasuk seorang ASN, jaminan itu tidak hanya diberikan oleh UU Pilkada tetapi juga oleh UU No.5/2014 ttg ASN sendiri sebagimana dalam pasal 121, 122 dan 123 dimana seorang ASN dapat diangkat sebagai pejabat negara termasuk didalamnya menjadi Bupati atau wakil Bupati dengan kewajiban mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ASN, apabila telah ditetapkan sebagai calon oleh lembaga yang berwenang (KPU).
”Jadi menurut kami, seorang ASN yang berkeinginan maju dalam pilakada tidak bisa dikatakan melanggar netralitas ASN, termasuk ketika dirinya mendaftar sebagai balon di parpol dan atau mensosialisasikan diri dimasyarakat,” terangnya.
Hanya saja memang yang harus dijaga adalah aktifitas itu tidak mengganggu tupoksinya sebagai ASN, terlebih lagi hak mencalonkan ini adalah hak konstitusional yang dijamin oleh UU, sehingga hak tersebut tidak boleh dibatasi dengan aturan-aturan administratif yang dapat melanggar hak konstitusional warga negara.
Secara regulasi sudah sangat jelas dan tegas terkait dengan netralitas ASN baik dalam UU pemilu, UU pilkada maupun UU ASN itu sendiri, namun semua itu dibutuhkan komitmen dan ketegasan penyelenggara pemilu khususnya bawaslu dalam menegakkan aturan tersebut secara maksimal dilapangan, agar keberpihakan ASM terhadap calon-calon tertentu dapat diminimalisir.
Masih menurut Adly Terlebih lagi belajar dari pengalaman pemilu 2019 kemarin dikoltim khususnya, terdapat 22 kasus yang menjadi temuan Bawaslu terkait netralitas ASN ini.
”maka dengan itu harapan kami sebagai Jaringan Demokrasi Indonesia agar menerapkan sesuai aturan yang berlaku, apabila terjadi lagi hal-hal tersebut diatas,” tutupnya. (anto)
Komentar