Detik Bhayangkara.com, Kediri Raya- Sangat disayangkan, pemerintah yang seharusnya memperhatikan nasip dan masa depan rakyat, tapi malah sebaliknya. Karena Bupati Kediri, dr.
Hj. Haryanti Sutrisno tak memahami kinerja appraisal, berakibat kebijakanya menyesatkan warga terdampak bandara Kediri di wilayah barat sungai Brantas.
Efek nyata penyesatan itu adalah, sebelum bupati membentuk Tim 9 untuk pembebasan tanah bandara, masyarakat terdampak proyek bandara merasa di untungkan. Karena dalam pembebasan tanah, PT Gudang Garam memberikan ganti untung tanah yang cukup tinggi yakni 15, 4 juta/ru. Tapi setelah terbentuknya Tim 9, Bupati menunjuk appraisal yang membuat taksasi harga tanah dengan kriteria tanah kosong posisi pinggir jalan dihargai 7 juta / ru, tanah kosong posisi dalam / belakang dihargai 4.9 juta /ru, sedangkan lahan yang ada bangunan diharga 10,5 juta/ru.
Kebijakan yang ditentukan oleh appraisal tersebut yang dinilai menyesatkan masyarakat, sebab warga bisa menjual tapi tidak mampu untuk beli tanah lagi. Karena harga tanah disekitar proyek bandara kini sudah mencapa 20 juta hingga 22 juta/ru.
Saat Komisi I DPRD Kabupaten Kediri melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di Desa Bulusari Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri mendapatkan keluh kesah warga yang hingga kini masih kukuh mempertahankan tanahnya dari penawaran pemerintah yang dinilai sangat rendah.
Salah satu warga yang curhat pada DPRD adalah Ahmad Ruba’i (50) kepada anggota Komisi A yang berkunjung ke rumahnya mengatakan, ia minta tanahnya dihargai yang layak, yakni bisa menjual dan bisa beli tanah pengganti.
”Kita sebenarnya tidak minta muluk-muluk, yang penting kita jual dan bisa untuk beli lagi… kalau tidak bisa untuk beli lagi terus gimana nasip saya dan keluarga…?? Pokoknya kita minta Rp 20 jt/ru, sedangkan harga sawah dibawahnya juga gak papa,” ucapnya.
Lanjut Ruba’i, ia bersama keluarganya tidak mempersulit, yang penting hasil penjualan ini bisa untuk membeli tanah lagi. ” Soalnya ini tanah warisan pak, tanah peninggalan orang tua kami yang mengamanahkan kepadanya, tanah seluas 600 ru itu kami bagi 4 orang,” tegasnya.
Sebelum Sidak, Wakil Ketua Komisi I Lutfi Mahmudiono yang juga Ketua DPD Partai Nasdem Kediri mengatakan, Komisi A ingin melihat masyarakat langsung terkait proyek bandara, ada berapa lahan terdampak yang belum terbebaskan.
” Tugas kami sebagai wakil rakyat untuk menampung aspirasi masyarakat terlebih dahulu, lalu kita adakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan kita akan memperjuangkan,” katanya Selasa (14/1/2020).
Dalam forum itu, Lutfi juga menanyakan kepada Kades Bulusari, Agus Utomo, siapa yang mendatangkan appraisal dalam pembebasan tanah bandara tersebut, namun Kepala Desa Bulusari maupun perwakilan dari Pemkab Kediri tidak bisa menjawab.
”Mohon maaf kami tidak tahu, karena kami kepala desa baru, tapi appraisal itu dari Pemkab pak,” katanya.
Agus Utomo mengaku ia tidak tahu yang meminta mendatangkan appraisal. Kami hanya memfasilitasi saja antara masyarakat dan apprisal itu.
Mendapat jawaban dari Kades Bulusari, Wakil Ketua Komisi A dari Fraksi Nasdem itu menegaskan, dalam pembebasan lahan ini bukan wewenang Pemkab, tapi mengapa Pemkab mengklaim bahwa proyek bandara ini proyeknya Pemda.
”Karena proyek ini bukan proyek pemerintah, tapi proyek swasta, maka tidak perlu appraisal,” tegasnya.
Dengan munculnya appraisal pada proyek bandara PT Gudang Garam inilah yang membuat persoalan muncul, dan appraisal itu dijadikan alat oleh Pemkab untuk menekan dan mengintimidasi masyarakat agar menjual tanahnya seuai keinginan Pemkab.
Untuk pembebasan tanah bandara itu, kata Lutfi, tidak butuh Appraisal, karena yang digunakan uang swasta yakni PT GG, bukan uang negara yang bersumber APBD.
”Yang harus menggunakan Appraisal itu bebasan lahan yang proses transaksinya menggunakan uang negara, supaya tidak dikorupsi, tidak menaikkan harga, sehingga tidak akan dijadikan ajang korupsi,” urainya.
Sehingga pihak ketiga bertanggung jawab secara hukum atas keputusan Appraisal.
” La ini tanah rakyat yang membeli PT.GG, perusahaan swasta, kok melibatkan Appraisal, ini yang menyesatkan,” tegas Lutfi.
Saat ini lahan di Desa Bulusari sebagai titik kordinat landasan pacu bandara, masih kurang 5,6 ha yang terdiri 15 bidang yang belum dibebaskan, dan ada 2 bidang yang tidak dijual, karena pemiliknya masih mempertahankan ingin harga yang layak. (Rs’08)
Komentar