Detik Bhayangkara.com, Kab. Bengkayang- Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bengkayang tahun 2017, Benediktus Basuni (BB) dan Bendahara BPKAD Kabupaten Bengkayang, Roberta Ika (RI) resmi ditahan Polda Kalimantan Barat. Penahanan keduanya terkait kasus korupsi dana bantuan khusus (Bansus) untuk 48 desa di Kabupaten Bengkayang tahun 2017.
“Keduanya sudah kita tahan di Polda sejak dua hari lalu. Tinggal tahap dua, penyerahan ke jaksa,” kata Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go
Sebelumnya baik BB dan RI telah berstatus sebagai tersangka sejak November 2019. Keduanya berstatus tersangka seminggu setelah keluarnya perhitungan kerugian negara oleh BPK yang memperkirakan kerugian negara sebesar Rp19 miliar dari kasus tersebut.
“Hasil perhitungan kerugian negara keluar pada 8 November lalu. Seminggu usai keluarnya kita bergerak dan menetapkan keduanya sebagai tersangka,” ungkapnya.
Penyidik juga telah memeriksa 176 saksi. Termasuk Bupati Bengkayang non aktif Suryadman Gidot yang kini telah menjadi terdakwa kasus suap proyek pekerjaan Pemerintah Kabupaten Bengkayang tahun 2019.
Baik BB dan RI kata Donny, diketahui punya peran dalam kasus ini. Sehingga hasil pemeriksaan keduanya dianggap paling bertanggung jawab.
Hingga kini, kasus tersebut terus berproses oleh Penyidik Ditreskrimsus Polda Kalbar. Donny juga tidak menampik akan ada tersangka-tersangka lain dalam kasus ini. Sebab penyidik masih bekerja.
“Pasti adalah,” jelasnya.
Bergulirnya kasus ini sejak penyidik Ditreskrimsus Polda Kalbar menemukan banyak kejanggalan dan perbuatan melawan hukum saat pencairan anggaran Bansus senilai Rp20 miliar. Dana tersebut diperuntukkan untuk 48 desa di Kabupaten Bengkayang tahun anggaran 2017. Namun, pencairan dana tersebut baru dilakukan di akhir tahun 2017 tepatnya 31 Desember.
Padahal, kata Donny, anggaran itu peruntukkan tahun 2017, dan seharusnya tidak bisa lagi dimanfaatkan. Setelah didalami ternyata anggaran tersebut tidak melalui proses yang benar.
“Maksudnya, bangunan apa yang bisa dipakai atau bisa dibangun dengan menggunakan anggaran akhir tahun. Sehingga jelas tidak mungkin,” jelas Donny.
Polda juga menemukan, anggaran tersebut ditransfer ke rekening masing-masing Pemerintah Desa di Kabupaten Bengkayang oleh Badan Pengelola Kekayaan dan Aset Daerah (BPKAD) Bengkayang tanpa melalui proses-proses pengajuan proposal terlebih dahulu.
“Padahal ada peraturan Bupati Bengkayang berkaitan dengan penggunaan anggaran. Semuanya harus diawali dengan pengajuan proposal dari masing-masing desa. Namun itu tidak dilakukan dan langsung ditransfer ke rekening 48 desa, berkisar Rp400-500 juta,” paparnya.
Dari 48 Pemerintah desa, 25 di antaranya diketahui sudah mencairkan anggaran yang ditransfer, dengan total sebanyak Rp11 miliar.
“Ternyata 25 Desa yang ditransfer tersebut, diketahui menarik dan memindahkan dana ke rekening pribadi Kepala Desa. Setelah itu dicairkan dan langsung dibayarkan kepada pihak ketiga, yang katanya sudah membangun infrastruktur dan melakukan renovasi,” ungkap Donny.
Dengan data dan fakta yang diperoleh itulah, aparat Ditreskrimsus melakukan pendalaman dengan mengaudit penggunaan anggaran 25 desa. Audit dilakukan bekerja sama dengan tim teknis dari Universitas Tanjungpura.
“Setelah diaudit, nilainya hanya sekitar Rp7 miliar yang bisa dipertanggungjawabkan dari total Rp11 miliar yang digunakan 25 Desa tersebut,” jelas Donny.
Dari hasil audit itu pun, petugas berhasil menemukan adanya pembangunan yang dilakukan di tahun 2016 akan tetapi penganggarannya menggunakan anggaran tahun 2017. Dari hasil penyelidikan diduga kuat bahwa pihak ketiga ini adalah hasil penunjukan dari BPKAD.
Di sisi lain, 23 desa belum melakukan penarikan anggaran karena merasa ada kejanggalan. Anggaran tersebut masih ada di rekening desa dengan total Rp6,6 miliar.
“Kemudian penyidik kita, melalui rekomendasi KPK, melakukan penyitaan dana-dana yang belum dimanfaatkan,” pungkasnya. (Syarifuddin, SH, SH.i, MH)
Komentar