Detik Bhayangkara.com, Kediri Raya- Sidang lanjutan kasus Kades Supadi terkait dugaan penggunaan gelar yang tidak sah memasuki babak baru, dan semakin menarik untuk disikapi.
Dalam sidang ke delapan ini, yang digelar di Pengadilan Negeri Kediri, Rabu (6/5/2020), suasananya ruang sidang hening dan tegang, lain dari sidang-sidang sebelumnya.
Kedatangan para saksi ahli senior dari berbagai perguruan tinggi ternama di Jawa Timur dapat membuka tabir dan membuat semua masyarakat tahu sesungguhnya permasalahan yang menjadi tranding topik berita Nasional saat ini.
Sidang diselenggarakan secara video confrence berjalan lancar. Penasehat hukum Terdakwa Prayogo Laksono, SH, MH, CLI, CLA, CTL. dan Erick Andikha Permana ,SH menghadirkan tiga orang saksi sekaligus yakni Dr, M. Sholehudin, SH, MH, saksi Ahli dan pakar hukum Pidana dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Dr, Iwan Permadi, SH,M.Hum saksi Ahli Kenotariatan dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, dan Andik Yulianto, MSi Saksi Ahli Bahasa dan Sastra .
Ketiga Ahli yang di hadirkan Penasehat Hukum baru dua orang Ahli yang mendapatkan kesempatan untuk memberikan keterangan dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Guntur Pambudi Wijaya SH, MH, dengan Anggota M. Fahmi Hari Nugraha SH, MH dan Melina Nawang Wulan SH, MH. Dengan JPU Tommy Marwanto SH dan Iskandar SH.
Saksi Ahli Kenotariatan yakni Dr. Iwan Permadi SH, M.Hum, menjelaskan, bahwa seorang Notaris harus membacakan Akta dengan benar, dibacakan dihadapan pihak penghadap dalam satu forum dan harus ditandatangani saat itu juga.
”Jika itu tidak dilakukan oleh Notaris maka akta tersebut dianggap tidak otentik dan bisa dianggap sebagai akta dibawah tangan,” terangnya jelas dan tegas.
Sementara itu Ahli dan pakar hukum Pidana Dr. Sholehudin, SH, MH, menjelaskan, saya melihat sesuai dengan keilmuan, dalam hal ini dalam hukum pidana, seseorang yang menggunakan gelar akademik itu tidak bisa serta merta diajukan sebagai orang yang melakukan tindak pidana.
”Karena setiap orang yang menggunakan gelar akademik itu yang diajukan tindak pidana itu adalah yang sesuai dengan norma yang diatur dalam UU Dikti adalah seseorang lulusan perguruan tinggi yang perguan tingginya itu tidak punya hak untuk memberikan gelar akademik,” ucapnya.
Lulusan dia berarti orang yang sudah pernah kuliah, tetapi perguruan tingginya tidak punya hak memberikan akademik, itu dia kena. Kalau hanya untuk gagah-gagahan, misalnya saya tidak pernah kuliah terus saya tulis untuk gagah-gagahan terus di foto, lalu ada orang tahu terus dilaporkan.
”bukan, itu namanya perbuatan kebohongan, bukan ranah hukum pidana, tetapi norma sosial, norma agama, paling ya di cela orang, tidak dipercaya oleh orang. Hukum negara tidak boleh campur,” ungkapnya.
Tidak apa-apa, imbuhnya, untuk gagah-gagahan, tetapi untuk mencantumkan gelar akademik untuk menipu, itu tidak boleh atau untuk menggerakkan orang.
Lanjut Dr. M. Sholehudin, SH, MH, menerangkan, yang dipersoalkan disini kan UU Dikti. UU Dikti itu masuk dalam Adminitratip Pena Law, “Hukum Pidana Adminitrasi”, harus hati-hati, harus cermat, harus menggunakan interpelasi tertentu yang sudah diajarkan didalam mata kuliah. Interpelasinya tidak boleh hanya membaca pasalnya saja.
”Kalau hanya membaca pasalnya saja bahaya, itu setiap orang yang pakai gelar akademik hanya untuk gaya bisa masuk penjara, padahal tidak begitu maksudnya,” terangnya.
Lebih jauh Dosen tetap Fakultas Hukum dan Program Study Magister Ilmu Hukum Ubhara Surabaya menguraikan, menurut saya semua para penyidik, para penegak hukum harus hati-hati didalam menegakkan hukum pidana adminitratip. Lihat dulu itu aturan-aturan yang bersifat adminitratip, pidananya ini belakangan. Kalau langsung dilihat pidananya itu nanti dikawatirkan salah didalam penerapannya. Kalau salah itu berbahaya, karena hukum pidana itu menyangkut harkat dan martabat seorang manusia.
“Apalagi dalam kasus ini semua saksi, termasuk saksi pelapor menyatakan tidak pernah dirugikan secara materiil, jadi ini tidak memenuhi unsur delik, “bebernya tegas.
Sementara itu terdakwa Supadi yang diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan Ahli menyatakan sangat jelas dan mengerti Sidang akhirnya ditunda Rabu (13/5/2020) Minggu depan. (Rs’08)
Komentar