Oleh : COACH PRIYO CPS®
Adanya Pandemi di negeri ini, berdampak kepada pincangnya roda ekonomi. Baik yang kaya atau miskin, semua kelimpungan merasakan kesulitan. Tak heran jika bantuan dari pemerintah (BLT) ini sedikit menimbulkan pergunjingan ke arah ketidakadilan. KENAPA? Karena semua berharap besar ingin juga mendapatkan jatah bantuan.
Pemerintah desa sendiri di batasi dengan aturan dan jumlah bantuan yang sudah di tentukan. TAPI, jumlah yang membutuhkan sungguh melebihi kuota Anggaran. Mau di cukupi tapi tak mencukupi. Ini seperti ingin punya istri dua tapi isi kantong tak sanggup menafkahi.
LALU APA YANG TERJADI?
Pertama, lahirlah sebuah rasa yang di perlakukan tidak seperti seharusnya.
”Saya juga orang Indonesia, saya juga terkena dampak pandemi, saya juga kesulitan ekonomi. Kenapa dia dapat bantuan dan saya tidak? Ngasih bantuan kok pilih kasih?” celotehan emak di pinggir ratan sambil mukulin kasur kapuk Awut-awutan sebagai bentuk pelampiasan kekesalan. Akhirnya, timbullah rasa saling tidak suka antar sesama tetangga.
Kedua, ada beberapa masyarakat penerima bantuan yang ramai-ramai menyepakati bahwa bantuan yang ada di kumpulkan dan di bagi rata sesuai dengan jumlah data yang juga berhak menerima tapi tidak menerima.
Memang sih, sesuai aturan main kepemerintahan, BLT ini adalah hak mutlak bagi yang sudah melalui Proses Pendataan, yang mendapatkan adalah yang sudah di data. Kalau tidak terdata ya tidak berhak mendapatkan bantuan. Pemerintah desa pun tidak akan berani membuat keputusan yang bertentangan dengan aturan ini. Tapi dalam hal ini, manakah yang lebih utama, ATURAN atau RASA KEMANUSIAAN?
JADI, untuk alasan keadilan dan pemerataan, APAKAH tidak bisa jatah bantuan di kumpulkan dan di bagi rata saja?
kalau ini di komandoi oleh Pemerintah desa, tentu saja tidak akan berani untuk bicara tapi kalau si penerima bantuan itu sendiri ada niatan untuk ingin peduli dan berbagi, kenapa tidak?
Hal seperti ini sudah terjadi dan di berlakukan di berbagai dusun. Semua saling peduli dengan kesusahan tetangga kanan kiri. Ada rejeki di bagi-bagi. Ada bantuan di gunakan untuk saling perhatian. Perhatian terhadap kesusahan hidup yang juga sama sama di rasakan. Bahagiamu adalah bahagiaku, susahmu juga kesusahanku. Kalau mati, toh tetangga yang akan mengurusi.
Jaman boleh semakin modern, aturan boleh di jadikan pedoman tapi HATI NURANI untuk saling peduli dan berbagi adalah berkah manfaat yang akan kita bawa hingga mati.
Sudahkah kita peduli?
Penulis adalah Certified Public Speakers | Jurnalis | Trainer | CEO & Founder Red Angels Kampung Tumo
Komentar