Detik Bhayangkara.com, Marowali Utara – Apapun yang dilakukan sekolah–sekolah khususnya sekolah Negeri dalam pembiayaan yang diluar tanggungan Pemerintah, pihak sekolah harus memberitahukan terlebih dahulu kepada Wali murid ataupun Komite Sekolah (Sosialisasi ).
Lain halnya yang terjadi di SD Negeri 01 Momo Kecamatan Mamosalatun Kabupaten Morowali Utara, diduga melakukan Pungutan Liar (Pungli) terhadap siswanya. Pasalnya, sekolah ini mengambil kebijakan pengadaan “Sampul Rapor”, dari sekolah untuk seluruh siswa siswi dari kelas 1 sampai 6 dengan membayar uang senilai Rp 50.000 sampai Rp 70.000 setiap siswa.
Padahal diketahui, aturan tidak memperbolehkan penerimaan biaya pendidikan, baik berupa uang maupun barang atau jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau wali murid secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh sekolah.
Larangan melakukan pungutan diatur dalam Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 75 Tahun 2016 tentang Pungutan Liar,Bantuan dan Sumbangan pada Satuan Pendidikan Dasar.
Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Saat Kepala Bidang Dasar, Wiyono , ketika dikonfirmasi awak media di ruang kerjanya (25/8/2020) justru tidak mengakui pungutan yang dilakukan terhadap siswa, padahal dirinya menjabat sebagai Kepala Sekolah di SDN 01 Momo tersebut, namun ia mengaku tidak mengetahui tentang adanya dugaan pungli berkedok jual beli LKS dan pengadaan Sampul Rapor tersebut.
“Saya tidak tahu, kalau ada jual pengadaan sampul rapor dari sekolah sebesar Rp 50 ribu sampai Rp 70 ribu per siswa disaat penerimaan Rapor, mungkin itu dari inisiatif Kepala Sekolah dan Ketua Komite, saya tidak tahu,” demikian kata Wiyono.
Terpisah, Wali kelas 6A, Lina Mayang Sari ketika di konfirmasi oleh Media Detik Bhayangkara.com sambil membawa contoh sampul rapor dari beberapa murid, Selasa (25/08/2020) dirinya terlihat sangat gugup dan banyak mengatakan tidak tahu.
“Kita memakai sampul biasa, kalau ada sampul yang lain saya tidak tahu,dan untuk pengadaan LKS memang ada 10 mata pelajaran,tapi untuk pembayarannya saya tidak tahu kemana, karena itu yang urus anak-anak,” demikian papar Lina Mayang Sari.
Sementara Orang tua Murid berinisial KPL ketika menginformasikan dugaan pungli ini mengatakan, keterangan yang dikatakan Kepala sekolah dan Wali kelas tersebut bertolak belakang dengan fakta yang ada.
“Tidak ada kesepakatan Komite. Kalau kesepakatan komite, kenapa saya selaku wali murid tidak pernah diundang untuk pembayaran itu”, tegas KPL kepada Detik Bhayangkara.com.
Kemarin, imbuhnya, anak saya meminta uang senilai Rp 65.000,- katanya untuk membeli sampul rapor, itu saja yang kami ketahui.
Hal senada disampaikan Orang tua Murid yang lain ketika akan menerima rapor disekolah itu, ditanya apa sudah membayar Rp 70.000, “Ya sudah dibayar”, katanya.
Kemudian ditanya kenapa sebesar itu dana pembelian sampul rapor ,”Saya kurang tahu, mungkin itu aturan sekolah”, ungkap seorang wali murid.
Ditambahkannya, sesuai dengan yang digembor-gemborkan oleh pemerintah.
”Jangankan sampul raport, untuk buku tulis siswa saja bisa dibelikan oleh pihak sekolah dari dana BOS,” kata salah satu orang tua murid inisial KPL saat berbincang dengan Detik Bhayangkara.com. (Agus)
Komentar