oleh

Langkah Apakah Yang Pemerintah Tempuh Dalam Upaya Memberantas Korupsi dan Pungli di Daerah ?

-daerah-11,544 views

Detik Bhayangkara.com, Jawa Tengah – Awak media disaat berbincang – bincang dengan Andi Maulana selaku Koordinator Satgas Wilayah Jawa Tengah, menanyakan tentang Pungli di Daerah yang ternyata sudah mendarah daging dibeberapa instansi pemerintah, bagimana cara memberatasnya dan upaya apa yang ditempuh pemerintah dalam memberantas korupsi dan pungli di daerah, Jumat ( 16/5/2021 ).

Andi Maulana dengan nada dan santai serta penuh familier memapar pungutan liar ( pungli) yang sudah tidak asing ditelinga masyarakat maupun pejabat pemangku jabatan.

Pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto. Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pungutan liar adalah termasuk tindakan korupsi, dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas.

Upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan saja, namum juga yang lebih penting adalah membangun mental orang-orang yang dapat memberantas korupsi itu sendiri.

Tanpa membangun sumber daya manusia yang baik dan berintegritas, mustahil pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan maksimal.

Pungli (pemerasan) adalah tindakan yang dilakukan oleh Aparat Sipil Negara ( ASN ) atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Tindak pidana ini harus diwaspadai oleh aparatur sipil negara, karena ancaman hukumannya cukup berat.

Tidak sedikit, pejabat atau ASN yang belum memahami dengan baik definisi pungli di lapangan.

Seharusnya ASN mengurangi aktivitas pertemuan dalam pelayanan publik, yang dinilai dapat menjadi cara meminimalkan terjadinya gratifikasi.

Oleh karena itu di era digitalisasi ini, pemanfaatan teknologi informasi sudah mendesak untuk diterapkan, segala macam transaksi pembayaran bisa dilakukan secara online, Hal inilah yang dapat meminimalisir interaksi antara petugas pelayanan dengan masyarakat yang dilayani sehingga terjaga proses dan prosedur pelayanan yang baik dan benar.

Pasalnya, pungli berpotensi terjadi pada kegiatan yang melibatkan pegawai pemerintahan dalam proses pelayanan.

Pemahaman yang memadai mengenai pemberian tidak resmi tersebut, dinilai dapat mengantisipasi kebiasaan menerima yang biasa terjadi antara pelayan publik dan masyarakat.

Berdasarkan Paraturan Presiden nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar menimbang bahwa praktik pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efesien dan mampu menimbulkan efek jera serta dalam upaya pemberantasan pungutan liar perlu dibentuk unit sapu bersih pungutan liar.

Dengan dibentuknya satgas saber pungli maka diharapkan :
1. Pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efesien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja dan sarana prasarana, yang berada di lingkungan pemerintah daerah.

2. Terbangunnya perubahan mindset aparatur negara dalam pelayanan dengan prinsip zero pungli namun tetap mengutamakan pelayanan prima.

Andy Maulana sebagai Koordinator Satgas Wilayah Jawa Tengah menambahkan, bahwa terbangun dan terciptanya sikap tegas dan kesadaran masyarakat menolak segala bentuk pungli dan memenuhi aturan yang berlaku.

“Disamping itu, tugas Tim Saber Pungli antara lain merumuskan rencana aksi dalam mencegah (preventif), melakukan penindakan dan meningkatkan pemahaman aparatur sehingga tercipta budaya anti pungutan liar di instansi pemerintahan dan pelayanan publik,” ucapnya.

Sosialisasi perlu dilaksanakan tidak hanya kepada aparatur, tetapi juga kepada masyarakat, sehingga aparatur dan masyarakat betul-betul mengerti dan memahami aturan dengan jelas, serta harus ada penanaman kejujuran dan integritas yang tinggi sebagai salah satu komitmen aparatur atau pegawai pemerintahan.

Sesuai peraturan aparatur dalam proses pelayanan publik tidak meminta atau menerima pemberian dalam bentuk apapun, jangan sampai aparatur membiarkan budaya memberi dan menerima disalahartikan, sehingga berpotensi menjadi tindakan menyimpang. ( Adhi S)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed