Detik Bhayangkara.com, Kab. Malang – Tentu tak ada yang membantah bahwa hukum harus ditegakan.Tiap kejahatan harus diberikan sanksi, tiap terjadi dugaan tindak pidana harus dapat diusut oleh aparat penegak hukum, dan oleh karenanya penegak hukum harus diberikan wewenang yang cukup untuk mampu mengusutnya. Namun, apa yang akan terjadi jika kewenangan yang diberikan kepada penegak hukum disalahgunakan untuk kepentingan lain selain untuk menegakan hukum itu sendiri.
Seperti kejadian yang dialami di Polres Malang, berawal dari laporan Sr (inisial, Red) ke Polres Malang terkait tuntutannya atas dugaan penggelapan mobil yang dipakai adik iparnya atas nama Ag (inisial, red). Sr merasa ikut memiliki mobil avanza 2011 yang dipakai Ag karena BPKB kendaraan tersebut atas nama alm. istrinya yang bernama Is (inisial, Red), Meskipun dalam kwitansi pembelian tertera nama kakak ipar Sr yang bernama Sk (inisial, Red) karena yang membeli waktu itu adalah Sk.
Atas tuntutan tersebut Ag memilih jalur damai dan memberikan mobilnya kepada Sr melalui gelar restorative justice (8/6/2022), tindakan Ag yang tanpa perlawanan karena tidak ingin permasalahan tersebut berlangsung berlarut-larut sehingga menyita waktunya yang sebentar lagi mengadakan acara selamatan untuk kirim doa kepada orang tuanya yang sudah meninggal.
Namun ada yang aneh dibalik laporan Sr, karena saat akan masuk ruangan Restorative justice, Sr menyebut nama oknum Jajaran Polres Malang, AH (inisial, Red).
“Dari AH,” ucap Sr kepada bagian penerima tamu saat akan memasuki ruangan.
Sontak saja ucapan Sr menjadi perhatian redaksi ini, kenapa Sr tidak memakai namanya sendiri ?, apakah AH yang disebut Sr adalah oknum jajaran Polres Malang yang membekingi dan berada di belakang laporan Sr tersebut.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, bahwa seluruh personel kepolisian harus netral dan berdiri di atas semua golongan ketika menangani atau menghadapi permasalahan konflik sosial di masyarakat. Sigit menyebut, aparat kepolisian yang memiliki tugas pokok, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, harus bisa menjadi sosok yang bisa menyelesaikan masalah atau problem solver, dalam menghadapi segala permasalahan konflik sosial.
“Bagaimana rekan-rekan memposisikan berada di posisi tengah. Rekan-rekan bisa jadi mediator, menjadi problem solver yang bisa diterima kedua belah pihak. Hal itu menjadi sangat penting,” kata Sigit saat memberikan pengarahan kepada seluruh jajarannya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/2).
Dia mengingatkan kepada seluruh anggota kepolisian, terkait penanganan konflik sosial, maka aturan, kewenangan dan standar operasional prosedur (sop) telah diatur di dalam UU dan Peraturan Kapolri (Perkap). Ia pun menekankan, seluruh jajaran harus memedomani, memperhatikan, dan mempelajari hal tersebut untuk diterapkan dalam cara bertindak ketika menangani permasalahan termasuk konflik sosial.
“Bahwa semua aturan itu sudah ada di Perkap turunan dari UU. Tinggal kita perhatikan, pelajari dan melatihkan. Sehingga kemudian, itu menjadi suatu kebiasaan yang bisa kita laksanakan, pada saat menghadapi kegiatan-kegiatan yang ada permasalahan,” tegas eks Kapolda Banten itu.
Hingga berita ini ditayangkan, AH saat dikonfirmasi redaksi belum memberikan jawaban atas ucapan Sr (Bersambung). (Red)
Komentar