Detik Bhayangkara.com, Kab. Bojonegoro – Para petani di Desa Dukohlor Kecamatan Malo akhirnya buka suara terkait besarnya dana pompanisasi yang dikelolah oleh pengusaha untuk mencukupi kebutuhan air di sawahnya, besarnya dana yang dibebankan dinilai sangat mencekik, anehnya selama ini seakan para pejabat tutup mata tutup telinga akan besarnya tarikan tersebut.
Lantaran sudah tak kuat menanggung biaya yang dirasa memberatkan petani, perwakilan petani sempat melaporkan kejadian tersebut kepada Polres Bojonegoro (29/7/2022).
“Kemarin sudah ada laporan dari perwakilan petani ke Polres pada 29 Juni, dan para petani akan mendatangi lagi ke Polres dengan membawa saksi-saksi yang lebih banyak untuk meminta bantuannya menyelesaikan permasalahan besarnya pungutan yang dibebankan kepada para petani,” jelas salah seorang petani yang meminta namanya diinisialkan, (6/7).
Ditambahkannya, perjanjian pengikat kerja sama antara pihak yang mengklaim mewakili petani dengan pihak pengusaha asal Lamongan selama 25 tahun (2012-2037) seakan sudah ada rekayasa dan terkesan dipaksakan. Dalam perjanjian dengan pihak pengusaha diduga ada pungli, karena pengusaha diharuskan membayar ke pemerintah desa Dukohlor sebesar 3%.
“Pembagian hasil panen dirasa besar dan sangat memberatkan petani, kontrak yang ditandatangani terlalu lama antara pihak pertama dan kedua. Sehingga warga ingin kontrak tersebut dihentikan dan dikelola warga sendiri-sendiri,” bebernya.
Hanya untuk memenuhi kebutuhan air petani harus mengeluarkan dana sebesar itu, belum lagi kebutuhan untuk pupuk dan operasional perawatan, kalau seperti ini terus bagaimana para petani bisa bertahan.
Dalam perjanjian pengikat kerja sama pompanisasi (Areal) pihak pertama yang mengklaim selaku wakil petani terdiri atas Riswanto (Sekretaris Desa Dukohlor), Sri Wuryati (Ketua BPD), Tajam (Ketua LPM), Suryo (Kaur Pemerintahan), A. Edy Susanto (Tokoh Masyarakat), A. Wahab (Kelompok Tani), Sunhadi (Tokoh Petani), sedangkan dari pihak ke 2 (pengelolah kebutuhan air) yakni H. Arifin S.
“Kenapa pihak pemerintah desa tidak membuat Bumdes, supaya dapat meringankan biaya warganya,” ujarnya.
Riswanto yang statusnya Sekretaris Desa ikut menandatangani dalam perjanjian tersebut, saat di konfirmasi (4/7/2022) oleh awak media, dirinya sempat mengangkat telepon tersebut, namun ketika ditanya tentang surat perjanjian tersebut hpnya langsung diakhiri dengan alasan sedang berada dijalan. Selang 3 jam awak media menelepon lagi tetapi tidak dijawab dan bahkan hingga sekarang ditelepon tidak diangkat.
Riswanto juga diduga tidak memiliki surat izin usaha pengairan tersebut, sedangkan dalam surat tersebut dijelaskan Riswanto merupakan pihak pertama yang mewakili pihak petani. padahal di rasa tidak mewakili petani.
“Terkait pompa dan diesel warga Dukohlor yang hilang, desa hanya melaporkan pompa saja yang hilang sedangkan diesel tidak dilaporkan hilang, parahnya desa tidak merasa mendapat laporan kehilangan diesel karena laporan warga dirumah kamituwo tapi tdak di balai desa,” ungkapnya.
Kepala Desa (Kades) Dukohlor, H. Suyitno saat dikonfirmasi via selulernya terkait perjanjian tersebut apakah sudah di buat peraturan desa atau belum, di jawab, jika tahun ini sudah diperdeskan.
“Enggeh Mas riyen dereng mas, tapi nek tahun ini sampun kulo perde aken (Iya mas dulu belum, tetapi kalau tahun ini sudah saya perdeskan, arti Red).
Saat ditanya, kenapa perdesnya baru sekarang di buat, dan kenapa tidak dari kesepakatan awal, belum ada jawaban dari Kades. (Red)






