oleh

Pengawasan Obat dan Makanan Tanggungjawab 3 Pilar

-headline-11,788 views

Detik Bhayangkara.com, Jakarta – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyatakan, sistem pengawasan obat dan makanan bukan hanya dijalankan pihak BPOM saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab dari tiga pilar.

“Sistem pengawasan obat dan makanan ini tidak hanya dijalankan oleh BPOM, tetapi dibangun dengan kontribusi tiga pilar pengawasan. Jadi, ini melibatkan kita semua,” ucap Penny dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/11/2022).

Tiga pilar pengawasan tersebut, yakni pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat. Menurutnya, pelaku usaha dalam hal ini produsen obat dan makanan menjadi pilar yang pertama dalam pengawasan.

“Pelaku usaha sebagai produsen hingga penjual produk obat dan makanan kepada konsumen yang memegang tanggung jawab utama dalam menjamin terpenuhinya persyaratan, keamanan, mutu, dan manfaat atau khasiat. Sesuai dengan persyaratan standar dalam cara produksi, distribusi, dan uji klinik, serta izin edar,” jelasnya.

Menurutnya, pilar kedua adalah pemerintah. BPOM juga termasuk menjadi salah satu regulator yang menegakkan standar kriteria serta peraturan terkait keamanan, mutu, dan manfaat produk, sejak sebelum dipasarkan ke masyarakat.

Kasus obat sirop yang tercemar etilen glikol (EG) hingga banyak anak mengalami gangguan ginjal serta kematian, membuat BPOM perlu mengusulkan kebijakan yang lebih ketat lagi, khususnya pada produk yang memiliki risiko tinggi, seperti obat.

“BPOM akan terus menegakkan fungsi pembinaan, pendampingan, dan fasilitasi, tentunya kami akan mendukung kemudahan usaha. Aspek keamanan dan mutu produk bukanlah hal yang harus dikorbankan,” terangnya.

Baca Juga : Pabrik Tepung Milik CMB diduga Beroperasi Tanpa Papan Nama dan Belum Memiliki Izin dari BPOM https://detikbhayangkara.com/2022/10/31/pabrik-tepung-milik-cmb-diduga-beroperasi-tanpa-papan-nama-dan-belum-memiliki-izin-dari-bpom/

Dirinya juga membela kinerja instansinya yang telah melakukan tugas sesuai standar kebutuhan.

“Kelalaian terjadi dari industri farmasi yang memproduksi obat-obat tersebut hingga mengakibatkan munculnya penyakit gagal ginjal akut pada anak,” bebernya.

BPOM sudah melakukan tugas sesuai standar kebutuhan yang ada, tapi ini ada masalah kelalaian di industri farmasi dan tentunya kelalaian ini menimbulkan satu kondisi yang sangat menyedihkan kita semua.

Diakui, adanya dugaan kelalaian yang dilakukan sejumlah industri farmasi yang selama ini memenuhi ketentuan dalam pemanfaatan ambang batas aman zat kimia pelarut obat sirop.

“Perusahaan itu patuh melakukan pegujian dan mereka mendapatkan (bahan baku), mereka mengembalikan, dan itu tercatat. Sehingga akhirnya, produk mereka aman. Jadi, aspek kelalaian dari industri yang tidak melakukan ketentuan cara produksi obat yang baik (CPOB),” ujar Penny.

Masih menurut Penny, setiap produsen obat memiliki kewajiban untuk melakukan uji mutu dan keamanan terhadap bahan baku secara mandiri, sebagai bagian dari izin edar yang diberikan BPOM.

“Pengujian mutu terhadap bahan pelarut atau bahan baku yang mereka terima dari produsen, dari distributor, harus selalu dicek,” pungkasnya. (*)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *