Detik Bhayangkara.com, Nganjuk – Kabar ramainya pemberitaan terkait tambang galian yang berlokasi dihutan milik Perhutani di Genjeng Kabupaten Nganjuk membuat Wakil ADM KPH Perhutani Kediri buka suara.
“Ada di Permen LHK nomer 27 tahun 2017, itu kaitannya dengan penggunaan kawasan hutan. Salah satunya di Permen LHK tersebut yakni adanya penggunaan kawasan hutan di luar sistem kehutanan. Disitu salah satu ada kaitannya dengan pertambangan,” ucapnya, Rabu (31/5/2023).
“Permen LHK tersebut direvisi jadi P7 tahun 2021 atau 2022. Sama klausulnya seperti penggunakan kawasan hutan. Untuk permohonan diluar kawasan hutan, maka prosesnya pemohon langsung mengajukan ke kementerian LHK. Kita sementara ini diberi tugas mengelola kawasan hutan. Kita juga diberi tugas untuk memberikan pertimbangan teknis (pertek) awal dimana kami bersama Divre. Kami evaluasi apa yang dimohon ini berada di lokasinya disini, jenis tanahnya kayak gini jadi kami memberikan pertimbangan teknis saja,” terangnya.
Lanjut Beny, setelah kementerian LHK menerima pertimbangan, mereka menurunkan tim yang mana timnya berasal dari beberapa instansi terkait mulai dari provinsi, dari pemerintah daerah ada disitu dalam rangka untuk memberikan pertek.
“Prosesnya sangat lama ini bisa bolak balik di kementerian setelah itu baru turun izin penggunaan kawasan hutan yang mana izinnya keluar dari kementerian LHK. Jadi secara prinsip mereka itu sudah mempunyai izin dari kementerian LHK, “terangnya.
Terkait pernyataan yang keluar dari salah satu pimpinan tambang CL (inisial,red) yang mengatakan, bahwa sampai saat ini kami belum mendapatkan lokasi untuk mengganti lahan yang digali di hutan Genjeng, yang rencananya dicarikan di daerah Bondowoso atau Situbondo, Beny mengatakan tidak mungkin.
“Tidak bisa itu…tidak mungkin,” tegasnya.
Saat di tanya sejauh mana dokumen yang sudah dikantongi penambang dan bentuk fisik dokumennya?, Beny mengatakan tidak boleh.
“Kami ada aturan yang terkait dokumen, ini yang tidak bisa …tidak diperbolehkan, kalaupun mau kita harus minta izin kesana (kementerian LHK,red).
“Kalau disana mengizinkan ya monggo, kalau disana tidak mengizinkan kami ya tidak berani menunjukkan dokumen perizinannya karena itu kan dokumen antara kedua belah pihak, kalau saya sarankan Monggo datang kesana saja,” bebernya.
Anehnya saat awak media menyebut nama perempuan ID (inisial,red), Beny mengatakan , iya …saya pernah dengar nama perempuan itu tapi saya belum pernah ketemu.
“Saya pernah dengar nama ID itu …ya…ya…saya dengar. Kalau sama pak FM saya pernah ketemu di kantor sini,” pungkasnya (Bersambung). (RD)
Komentar