Detik Bhayangkara.com, Kediri – Mengaku Kena “Prank” yang diduga dilakukan oleh warga dan perangkat desa Kepuh kecamatan Papar kabupaten kediri, Mohammad Abas. S.T mendatangi balai desa setempat. Kedatangan mereka untuk minta konfirmasi terkait janji yang diberikan oleh dua perangkat desa dan orang tua salah satu perangkat tersebut, Senin (3/7/2023).
Kasus ini muncul pada tahun 2018 berawal dari carut marutnya proses pengangkatan lowongan perangkat desa Kepuh saat itu. Pasalnya, Kepala desa yang lama malah mengangkat dan melantik sekdes dan Modin yang memperoleh nilai rendah saat test lowongan perangkat desa sedang yang memperoleh ranking pertama malah diabaikan.
Melihat situasi tersebut Suparlan, orang tua dari Zainul (peserta test sekdes) minta dibantu Mohammad Abas. S.T dan tim untuk menyelesaikan kecurangan tersebut dengan memberikan surat kuasa penuh.
Menurut Mohammad Abas. S.T mengatakan, kami merasa di Prank oleh kedua perangkat desa Kepuh sama orang tuanya Sekdes.
“Sampai sekarang ini Kami merasa kena Prank..!!! Coba bayangkan dulu kami dimintai tolong oleh pak Sumarlan dan anaknya, Zainul serta Saeroni untuk menyelesaikan persoalannya dengan memberi surat kuasa kepada kami,” ucapnya, Selasa (4/7/2023).
“Ini tadi pak Lurah saya telp untuk menanyakan perkembangannya dan dijawab “Ngapunten pak Abas.. Ket kolowingi nggih dereng enten perkembangan niku, ucap kades Kepuh, Joni Hariadi melalui telpnya.
Lanjut M. Abas, sampai saat ini sana tidak mengakui, tidak ada itikad baiknya kita sudah berusaha yang kaitannya di lapangan dengan segala resiko yang tinggi. Itu mereka bisa dikatakan dengan bahasa ingkar janji, oknum perangkat itu sama sekali tidak ada itikad baik bahkan itu mengingkari kesepakatan walaupun tidak ada hitam diatas putih.
“Kami itu kan diberi kuasa untuk pendampingan tapi setelah mereka jadi malah dia ingkar janji dan tidak mengakui kalau dia membuat surat kuasa kerja sama dengan kita padahal tugas kita mulai nembusi ke Kajaksaan Kabupaten Kediri, nembusi ke Bupati Kediri terus nembusi ke DPMPD kan ada itu yang tanda tangan disitu Saeroni dan Zainul,” terangnya.
Sementara itu Zainul mengatakan, mertua saat itu minta uang operasional sebesar lima juta.
“Saat itu morosepah…mertua minta uang buat operasional sebesar lima juta rupiah…kami keberatan sama uang itu dan uangnya kami serahkan sebelum sidang. Uang itu saya serahkan ke Mbah Jan dengan saksi bapak dan Kulo sendiri,” ucapnya.
“Uang itu kami serahkan dirumahnya Pak Jan pada malam hari, uang kita serahkan dengan tidak ada barang bukti..ya terus jluntrungane uang lima juta itu kemana ya tidak tahu. Terus yang membuat saya agak mangkel yaitu saat saya di telp sama mertua untuk disuruh ke Gampengrejo, saya tidak tahu ke Gampeng itu ke rumahnya siapa ..saya tidak tahu …ternyata ke rumahnya pak Abas,” ujarnya.
Lanjut Zainul, saya tidak tahu ke Gampeng itu ke rumahnya siapa ..saya tidak tahu..lha katane mertua pokoknya penting terus saya sama istri saya ke sana ternyata ketemu sama ibu-ibu yang spiritual dan diminta uang berapa..!!!??? terus saya tidak sanggup terus diturunkan lagi terus saya tetap tidak mau …terus akhirnya sudah clear saya tidak mau bayar lalu saya pulang. Selanjutnya Mbah Jan sama Mertua saya (pak Lan, red) pulang ..lha pulang itu terus dibelokkan ke temannya ..sepeda motore digadaikan dan diminta 3 jutaan. Sepeda motor itu sendiri milik mertua karena dijuk-ujuki untuk membayar, karena mertua kan lugu akhirnya uang itu dikasihkan ibuk e itu, “terangnya.
Sementara itu Kepala desa Kepuh Joni Hariadi saat dimintai pendapatnya terkait permasalahan perangkat dan warganya mengatakan, pokoke amprih apike piye.
“Nggih amprih apike piye..kan ngoten pak,” ucapnya, Senin (3/7/2023).
“Kalau ada permintaan dari warga ya saya tetep akan memediasi. Sebagai kepala desa saya kan tidak bisa menentukan…kan bisanya memediasi. Jadi kalau permintaannya dari beliau-beliau saya akan siap mediasi,” terangnya singkat (Bersambung). (RD)
Komentar