oleh

Terdakwa Penimbun Solar Subsidi Abdul Wahid Sebut Uang “Tutup Mulut” ke Ratusan Oknum Wartawan dan LSM

-headline-12,355 views
Detik Bhayangkara.com, Pasuruan – Sidang kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan, terdakwa penimbun solar Abdul Wahid selaku pemilik modal PT Mitra Central Niaga mengaku memberikan uang ke ratusan oknum wartawan dan LSM per bulannya, uang tersebut untuk “tutup mulut” soal kasus tersebut. Perihal pemberian uang “tutup mulut” ini disampaikan oleh saksi M. Abdillah selaku pegawai bagian administrasi PT MCN.

Menurut Dilla bahwa, tugas utamanya adalah membuat surat jalan dan invoice penjualan solar untuk diberikan kepada dua sopir truk, yakni saksi Rudi Antoni dan Usman. Selain itu, dia juga kerap diminta oleh atasannya untuk menemui sejumlah oknum yang mengaku sebagai wartawan dan LSM.

“Kalau ada tamu-tamu wartawan ke kantor saya yang menemui. Mereka ngancem-ngancem, kadang datang langsung kadang lewat telepon,” ucap Dilla saat sidang di PN Pasuruan, Rabu (04/10/2023).

Dilla menyebut bahwa sekitar 300-an lebih oknum wartawan dan LSM yang pernah datang ke kantor sekaligus gudang PT MCN di Jalan Komodor Yos Sudarso, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan. Ratusan oknum wartawan dan LSM ini tidak hanya dari wilayah Pasuruan saja, tapi juga dari luar kota.

Kadang ada yang sebulan sekali, kadang ada sebulan dua kali (datang ke kantor PT MCN),” ungkapnya.
Dalam persidangan, pria yang sudah bekerja di PT MCN sejak 2020 ini mengaku setiap bulannya diberi uang oleh terdakwa penimbun solar Abdul Wahid untuk diberikan kepada oknum wartawan dan LSM. Dia mengatakan nominal yang diberikan sekitar total Rp500 juta per bulan.

“Jumlahnya beda-beda (antar wartawan). Ada yang Rp500 ribu-Rp6 juta. Ya tergantung penampilannya sama orangnya kereng (garang) atau nggak,” ungkapnya.

Dilla juga mengaku mempunyai data lengkap terkait nama-nama oknum wartawan dan LSM beserta fotonya. Dalam persidangan juga disebutkan 10 nama oknum wartawan dan LSM yang diduga terima uang suap tersebut.

Data nama-nama dan administrasi PT MCN disebut tersimpan dalam sebuah komputer yang disebut telah disita oleh Bareskrim Polri.

“Selalu saya laporkan (uang yang dikeluarkan) ke Pak Wahid,” bebernya.

Di sisi lain, terdakwa penimbun solar Abdul Wahid memang mengakui bahwa dia kerap memberi dan dimintai uang oleh oknum wartawan dan LSM. Namun, menurut dia, uang yang dikeluarkan tidak sampai nominal yang disebutkan oleh saksi M. Abdillah.

“Per bulan hanya Rp400 juta yang mulia,” terangnya.

Pimpinan majelis hakim PN Pasuruan Yuniar Yudha Himawan menyarankan kepada jaksa untuk bisa mengusut dugaan suap dalam kasus dugaan penimbunan solar PT MCN dengan jeratan pasal undang-undang tipikor.

Menanggapi usulan tersebut, JPU dari Kejari Kota Pasuruan Feby Rudi Purwanto mengatakan, pihaknya harus melakukan proses penyidikan dan pendalam terlebih dahulu terhadap kasus dugaan suap tersebut.

“Kalau itu harus lewat pembuktian-pembuktian dulu, siapa yang menerima sampai kapan menerimanya,” ujar Feby.

Adapun penasihat hukum tiga terdakwa Rahmat Sahlan Sugiarto justru mencermati fakta sidang terkait data-data yang tersimpan rapi di komputer. Meski saksi mengaku bahwa komputer itu telah disita oleh penyidik Bareskrim Polri, namun justru tidak dimasukkan dalam laporan daftar barang bukti.

“Padahal, komputer itu jadi kunci dalam kasus ini. Tapi, saat dilimpahkan penyidik ke kejaksaan, komputernya tidak ada dan tidak masuk barang bukti,” tandasnya.

Sebagai informasi, sebanyak lima saksi dihadirkan dalam sidang kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan yang digelar di PN Pasuruan, Rabu (04/10/2023). Yaitu dua polisi dari Bareskrim Polri, Irwanto dan Surya Laksana, kemudian saksi Bandi Sudiantono selaku mantan karyawan PT MCN, Muhammad Abdillah selaku bagian administrasi PT MCN, serta Hasyim Ismail selaku penjaga gudang.

Dalam kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan ini, JPU menetapkan tiga terdakwa. Yakni terdakwa Abdul Wachid selaku pemilik modal dari PT MCN, kemudian Bahtiar Febrian Pratama selaku pengelola keuangan, dan Sutrisno selaku koordinator sopir.

Ketiganya didakwakan Pasal 55 UU RI No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Pasal 40 Ayat 9 UU RI No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed