Detik Bhayangkara.com, Koltim – Sebuah perdebatan tentang mesin percetakan milik pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) terjadi pada Rabu (8/11/23) malam, di percetakan Efdesain Desa Poni-poniki Kecamatan Tirawuta. Sekelompok orang tanpa etika datang mengganggu waktu istirahat warga dimalam hari dengan membawa kendaraan plat merah milik Dinas Lingkungan Hidup untuk mengangkut mesin percetakan.
Pengakuan salah seorang yang ikut mengelola percetakan Efdesain, sekelompok orang tersebut datang secara tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan. Mereka disuruh oleh seseorang bernama Mardaming, salah satu orang dekat Bupati Koltim, Abdul Azis.
“Saya sampaikan tidak bisa membongkar ini malam. Nanti besok saja diangkut karena mau direparasi kabelnya dulu seperti instalasinya. Orang di rumah juga minta kalau bisa besok saja. Apalagi kalau mau di kasih keluar mesin harus dijebol dinding. Dan pula waktu itu sudah jam 11 malam. Mereka bilang ada ji anggota,” ucapnya.
“Setelahnya itu akhirnya mereka hanya mengambil asetnya Mardaming. Sementara mesin percetakan masih ada disana. Memang ada sedikit perdebatan,” ungkap Fajri.
Sepengatahuan Fajri, bahwa mesin percetakan itu adalah aset Pemda. Dari Perumda lalu kemudian diambil alih (dikelola) oleh Mardaming.
Ia pun bercerita, mula bertemu dengan Mardaming melalui perantara seseorang PNS Dinas Kominfo bernama Sukri.
“Sukri telepon saya karena dia tau saya suka mendesain. Sukri bilang bisakah bantu dulu karena mau dibuka kembali percetakan. Saya bilang, kalau hanya sekedar bantu-bantu menjalankan bisa ji,” kenangnya.
Berikutnya, Sukri kembali menelpon Fajri dan mengajaknya ke lokasi percetakan Tababu.
“Kesini mi ke percetakan (Kelurahan Tababu) karena ada mi anggotanya pak bupati. Kita juga kasian yang dengar begitu, jelas mi kita langsung mengarah kesitu. Disana sudah ada Sukri, Mardaming dan Husein dari Koperindag. Kalau tidak salah sekitar bulan Februari 2023,” ungkapnya.
Dalam proses berjalan, Fajri sebetulnya menemukan sebuah keanehan. Yang mana, Mardaming menyampaikan agar menyembunyikan identitasnya manakala ada yang mempertanyakan siapa yang mengelola percetakan tersebut.
Setelah itu dipilihlah eks kantor BPJS sebagai tempat untuk Fajri Cs memulai usaha percetakan dengan nama Gemas Koltim. Namun guna menghindari aroma politik, maka seiring waktu nama percetakan Gemas Koltim berganti menjadi Efdesain.
Tak hanya berganti nama, namun lokasi usaha percetakan juga kini telah berpindah disamping kantor Bank Sultra.
“Saya kurang paham juga mengapa kami sudah tidak diizinkan disitu mengelola usaha percetakan. Sehingga dicarilah cara agar tidak lagi salah sedikit berpindah-pindah. Sehingga saya kasi masukan kepada Mardaming agar bagaimana kalau rumah saya di Desa Poni-poniki saja dijadikan sebagai tempat usaha,” jelasnya.
“Adapun mengenai kontrak awalnya,saya hanya minta agar diperbaiki dibawah kolong rumah dan dijadikan tempat usaha. Nanti di tahun berikutnya yaitu tahun 2024 barulah kita bicarakan masalah kontrak tempat. Disepakatilah waktu itu dan kami pun pindah usaha disitu sebelum memasuki bulan Ramadhan tahun ini. Mulai beroperasi bulan Mei atau setelah bulan Ramadhan,” beber Fajri.
Mardaming bagi Fajri adalah bosnya sehingga usaha percetakan dapat berjalan. Selain mesin percetakan, Fajri mengetahui jika beberapa alat pendukung seperti komputer desain, stavol disediakan oleh Mardaming.
Diungkapkan Fajri, selama beroperasi banyak yang dicetak mulai dari cetakan umum sampai percetakan baliho calon anggota legislatif (caleg). Bahkan termasuk baliho atau banner caleg provinsi Sultra, Hartini Azis atau yang tak lain adalah istri Bupati Koltim juga banyak dicetak.
Baliho Hartini Azis tersebut dicetakkan oleh oknum-oknum OPD Koltim. Terkadang, pemesanan langsung oleh oknum ASN itu sendiri, kadangkala melalui orang suruhannya. Kadang juga Mardaming sendiri yang memesan agar mencetakkan baliho atau banner Istri Bupati untuk Dinas.
Untuk pembayarannya sendiri, menurut Fajri ada yang secara kontan, dan adapula yang bon. Kebanyakan mereka yang bon tersebut atas perintah Mardaming.
Ditambahkannya, kalau saya pribadi tidak berani kasih bon, tetapi karena ada perintah Mardaming untuk dicetakkan maka kami cetak. Masih ada balihonya (baliho Hartini Azis) itu ditempat percetakan. Belum diambil, kalau mengenai dana hasil percetakan selama ini masih polemik.Karena kalau ada yang datang membayar ke kita maka kita catat,kita nota. Kadang ada juga yang langsung membayar ke Mardaming.
“Kadang juga kita tidak tahu apakah baliho itu sudah dibayar atau tidak.Karena ada yang dikonfirmasi sudah membayar ada juga yang dikonfirmasi belum membayar. Bagaimana kita mau kelola baik lari-larinya saja dana hasil percetakan kita tidak tahu. Yang datang bayar langsung ke percetakan saya yang simpan uangnya tapi setelah itu saya transfer ke rekening Mardaming. Dua kali saya transfer melalui rekeningnya, pertama 10 juta selanjutnya 12 juta. Mengenai setoran pajak ke Pemda saya tidak tau karena saya hanya sampai sebatas ke Mardaming saja,” jelas Fajri.
Nasib percetakan Efdesain sepertinya diujung tanduk. Minggu kemarin, Fajri ditelpon oleh Mardaming dan menyampaikan jika usaha percetakan sudah tidak dapat lagi dikelola. Alasannya, susah perputaran uang di lokasi percetakan Efdesain (di Desa Poni-poniki), baru kemudian banyak yang mengutang.
Terakhir Fajri menyebutkan, bahwa usaha percetakan Efdesain dilengkapi dengan satu unit CCTV yang mana hanya terkoneksi pada satu user yakni Mardaming. Langsung terhubung dengan email Mardaming.
Sementara itu Kepala Bidang, Husen pada Dinas Perdagangan Perindustrian Koperasi dan UMKM Koltim saat dikonfirmasi wartawan menegaskan, mesin percetakan yang ada dan dikelola Fajri tersebut adalah milik Dinas Koperindag yang diadakan pada tahun 2017 lalu.
“Saat ini mesin percetakan sementara dikelola oleh Fajrin. Itu barang kemarin kan dalam keadaan rusak. Sehingga diperbaiki supaya ada pemasukan PAD untuk Pemda. Sekarang sementara mau disusun bagaimana pengelolaannya ke depan. Apakah dinas yang mau olah atau bagaimana. Cuman sementara di Fajrin itu. Itu masih aset Koperindag dan belum ada penyerahan kemana-mana.Ini kan baru beberapa bulan berjalan, nanti diakhir tahun baru kita hitung PAD-nya,” kata Husen.
“Karena kemarin itu kan ada dibiayai untuk kerusakannya, untuk tempatnya. Yang namanya juga komersil begitu ya harus dimodali oleh yang kelola.
Jadi, kita tidak mo langsung hitung PAD-nya berapa. Nanti sudah normal berjalan baru kita berlakukan PAD untuk negara,” tambahnya.
Ditanya soal kapasitas Mardaming dengan pengelolaan mesin percetakan, Husein tampak kesulitan untuk menjelaskan. Bahkan dia mengajak wartawan untuk bertemu.
“Eee…Bagaimana dih saya mau jelaskan ini. Sebetulnya bagus kalau kita ketemu supaya bisa menjelaskan ini. Karena kalau begini nanti…,” jawab Husen.
Husein mengaku ada sekelompok orang yang hendak mengambil mesin percetakan yang ada pada Fajri. Dan dia sangat menyayangkan hal itu karena tanpa memberitahu dan melibatkan dinas Perindag.
“Yang bisa memindahkan itu barang kemana-mana itu dinas.Bukan siapa disitu. Yang berhak disitu adalah dinas. Mau dipindah kemana, kita dari dinas harus tau. Siapapun itu tidak berhak untuk itu mesin. Kalau ke Fajri kemarin itu pun belum ada juga ikatan, cuman itu kemarin bagaimana supaya barang ini dapat berjalan normal setelah itu baru bagaimana pengaturan pengelolaannya. Baru kita susun, omsetnya berapa, MoU-nya bagaimana, masuk ke negara berapa. Intinya itu barang bukan milik siapa dan tidak diserahkan kepada siapa,” tegasnya.
“Saya tekankan yang bisa memindahkan barang itu adalah dinas. Nanti bagaimana hasil dari pengelolaannya itu semua tergantung dari keputusan kepala dinas siapa yang berhak kelola. Terkait kejadian semalam ada yang mau datang ambil nanti saya laporkan ke kadis, keputusannya ada pada pak kadis. Kalau memang ada permasalahan di lapangan dan tidak bagus dikelola maka terpaksa ditarik kembali oleh dinas apalagi sama sekali tidak ada menghasilkan,” sambung Husen. (@ntoDB)
Komentar