Detik Bhayangkara.com, Jawa Timur – PT Bara Obor Raya yang merupakan agen LPG 3 Kg diduga menjual liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) di luar izin yang telah diberikan. Diketahui agen tersebut berlokasi di Jl. Nongkojajar RT 01/ RW 01 Desa Karangrejo Kecamatan Purwodadi Kab. Pasuruan tetapi telah menjual LPG bersubsidi tersebut ke agen PT Nur Sejahtera Abadi Sentosa di Jl. Inspol Suwoto no 07 Desa Sidodadi Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.
Atas aktivitas tersebut awak media mendatangi lokasi agen PT Nur Sejahtera Abadi Sentosa, dan ditemui oleh security yang bernama Suparto.
“PT Bara Obor Raya Pasuruan dengan PT Nur Sejahtera Abadi Sentosa merupakan satu manajement alias pemiliknya sama,” jelas Suparto, Senin (5/2/2024).
Diduga aktivitas ke dua agen tersebut, untuk mensiasati aturan yang melarang agen menjual di luar wilayahnya.
Di Ketahui, PT Pertamina (Persero) tetap mengizinkan warung atau kios menjual LPG 3 kg di tengah upaya pembatasan pembelian tabung gas subsidi tersebut tahun ini. Hal ini disampaikan Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Alfian Nasution menyatakan, warung-warung kecil yang ingin menjual LPG 3 kg mesti mendaftarkan diri ke agen.
“Warung ini akan kita buat seperti perpanjangan dari pangkalan, memasang merchant apps di situ, jadi yang penting merchant apps ada,” ucap Alfian saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/1/2024).
Menurutnya, melalui merchant apps itu, kata Alfian, data pembeli bisa langsung dikonfirmasi warung-warung penjual LPG 3 kg ke database Pen sasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dan data on-demand yang sudah dihimpun Pertamina.
“Program pembelian LPG 3 kg lewat verifikasi KTP itu memberi akses pemantauan yang lebih detail kepada Pertamina ihwal transaksi yang dilakukan masyarakat, sehingga kuota LPG subsidi yang sudah dialokasikan dapat diarahkan kepada penerima yang berhak nantinya. Dengan pendataan seperti ini, pembelian LPG-LPG [subsidi] yang tidak wajar, misalnya sebuah keluarga bisa mengkonsumsi 300 tabung dalam setahun, kan enggak mungkin, kalau dulu kita tidak bisa data,” ujarnya
Berdasarkan pasal 40 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU Minyak dan Gas Bumi”) yang berbunyi:
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Yang dimaksud dengan menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara termasuk di antaranya penyimpangan alokasi.
Selanjutnya tim akan melaporkan kejadian tersebut kepada PT Pertamina dan aparat penegak hukum (APH), dengan harapan dugaan modus tersebut dapat segera ditindaklanjuti. (Tim)
Komentar