Detik Bhayangkara.com, Batam – Aktivitas cut and fill ilegal di kawasan Botania Satu Batam, yang mencapai lebih dari 27,5 hektar terus berlangsung tanpa tindakan tegas dari pemerintah. PT Bintan Jaya Husada sebagai pemilik lahan dan PT Karyatisani sebagai kontraktor diduga kuat tidak memiliki izin resmi untuk melakukan pengerukan dan penimbunan lahan.
Yang lebih mengkhawatirkan , perusakan ekosistem mangrove di lokasi tersebut berpotensi menyebabkan bencana ekologis. Hancurnya hutan mangrove tidak hanya mengancam keseimbangan lingkungan, tetapi juga memperbesar resiko banjir dan erosi tanah. Namun, hingga kini, Pemerintah Kota Batam, BP Batam, Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ), serta Direktorat Reserse Kriminal Khusus ( Direskrimsus ) Polda Kepri seolah bungkam dan tidak mengambil tindakan tegas.
Meskipun aturan terkait lingkungan hidup dan tata ruang di Batam jelas melarang aktivitas cut and fill tanpa izin resmi, proyek ilegal ini tetap berjalan lancar. Tidak adanya tindakan nyata dari Pemkot Batam dan BP Batam menimbulkan pertanyaan besar, apakah ada pembiaran atau kepentingan tertentu di balik proyek ini?
Warga sekitar juga mulai resah dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
“Sejak proyek ini berjalan, kami melihat banyak pohon mangrove ditebang dan tanah mulai ditimbun. Kalau hujan deras, air tidak mengalir dengan baik, bisa – bisa kami kebanjiran,” ujar salah satu yang enggan disebutkan namanya.
Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) yang seharusnya mengawasi dan melindungi ekosistem malah terkesan diam. Padahal, sesuai dengan Undang – undang Lingkungan Hidup, setiap aktivitas cut and fill harus memiliki izin resmi serta kajian lingkungan yang mendalam.
Direskrimsus Polda Kepri juga diharapkan segera turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan pelarangan hukum yang terjadi. Jika proyek ini terbukti tidak memiliki izin, maka harus ada sanksi tegas bagi perusahaan yang terlibat, termasuk kemungkinan penghentian proyek dan pemulihan kembali lahan yang telah dirusak.
Publik kini menantikan keberanian Pemkot Batam, BP Batam, DLH dan Polda Kepri dalam menindak tegas pihak yang bertanggung jawab. Jika dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga kredibilitas pemerintah dan aparat penegak hukum yang dipertaruhkan.
Apakah aparat berwenang akan benar -benar bertindak atau kembali membiarkan perusakan lingkungan demi kepentingan segelintir pihak ?, Masyarakat menunggu jawaban (bersambung). (Yanto Gultom)
Komentar