Di Tengah Seruan Presiden Prabowo Perang Total Judi Online, Dugaan “Tebusan” Rp10 Juta per Orang di Polres Bojonegoro Mencuat

headline18,033 views

Detik Bhayangkara.com, Kabupaten Bojonegoro — Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen kuat pemerintah dalam memberantas praktik judi online hingga ke akar-akarnya. Dalam rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (17/2/2025), Prabowo menginstruksikan agar penindakan tidak berhenti pada pemblokiran situs dan aplikasi semata, tetapi juga menyasar jalur pembayaran serta aliran dana yang menopang bisnis ilegal tersebut.

“Tadi Presiden menegaskan agar perang terhadap judi online semakin diperkuat. Bukan hanya sekadar menurunkan situs dan aplikasi, tetapi juga menelusuri jalur pembayaran serta aliran dananya,” ujar Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Namun, di tengah gaung komitmen keras dari Istana, justru beredar informasi yang berpotensi mencederai semangat penegakan hukum tersebut. Di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, warga menyebut adanya dugaan praktik “tebusan” dalam penanganan kasus judi online oleh aparat penegak hukum.

Menurut informasi yang beredar di masyarakat, empat orang terduga pelaku judi online berinisial Dian, Toti, Aris, dan Jarno, yang disebut merupakan warga Desa Semanding, Kecamatan Semanding, Bojonegoro dikabarkan sempat diamankan oleh Unit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Bojonegoro sekitar dua minggu lalu. Namun, keempatnya disebut dilepaskan hanya sehari setelah penangkapan, dengan dugaan adanya uang tebusan sebesar Rp10 juta per orang.

Jika informasi tersebut benar, maka tindakan itu berpotensi masuk dalam pelanggaran hukum pidana serius. Meminta atau menerima uang untuk menghentikan atau “mengamankan” proses hukum dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana penyuapan sebagaimana diatur dalam Pasal 209 KUHP atau UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001, serta dapat pula dikategorikan sebagai pemerasan sebagaimana Pasal 368 KUHP. Baik pihak pemberi maupun penerima suap sama-sama terancam sanksi pidana penjara dan denda berat.

Tak hanya itu, dugaan tersebut juga berpotensi melanggar Kode Etik Profesi Polri. Setiap anggota Polri secara tegas dilarang menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, termasuk menerima suap atau gratifikasi. Pelanggaran etik semacam ini dapat berujung pada sanksi disiplin berat hingga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

Praktik semacam itu, bila terbukti, juga bertentangan dengan prinsip negara hukum, di mana setiap warga negara harus diperlakukan sama di hadapan hukum tanpa pandang bulu. Penegakan hukum tidak boleh tunduk pada negosiasi uang di luar mekanisme resmi.

Di sisi lain, para pelaku judi online sendiri sejatinya dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE, dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp10 miliar.

Atas beredarnya informasi tersebut, tim awak media menyatakan akan melaporkan dugaan ini ke Divisi Propam Polri agar dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap oknum yang diduga terlibat, apabila fakta-fakta tersebut dapat dibuktikan secara hukum.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bojonegoro AKP Bayu Adjie Sudarmono dan Kanit I Pidana Umum Satreskrim Polres Bojonegoro Ipda Michael Manansi hingga berita ini diturunkan, belum memberikan tanggapan saat dikonfirmasi terkait informasi yang beredar di masyarakat tersebut.

Kasus ini menjadi ujian nyata, apakah perintah Presiden soal perang total terhadap judi online benar-benar dijalankan hingga ke level bawah, atau justru melemah di tengah jalan oleh praktik-praktik yang mencederai kepercayaan publik. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *