Detik Bhayangkara.com, Kabupaten Tuban – Kasus dugaan salah tangkap dan penganiayaan berat terhadap seorang warga Tuban berbuntut panjang. Satu perwira dan tujuh bintara Satreskrim Polres Tuban kini ditempatkan dalam penempatan khusus (patsus) sejak Sabtu (6/12/2025), sebagai bagian dari proses pemeriksaan internal.
Kasi Humas Polres Tuban, IPTU Siswanto, menyatakan bahwa langkah ini merupakan prosedur standar dalam penanganan anggota yang diduga melakukan pelanggaran etik maupun pidana, terlebih yang menyangkut pelayanan publik.
“Penempatan khusus dilakukan agar proses pemeriksaan dapat berjalan objektif dan sesuai prosedur,” ujar Siswanto dalam keterangan resminya.
Bidpropam Polda Jatim Ambil Alih Pemeriksaan
Siswanto menjelaskan, penanganan perkara dugaan kesalahan prosedur tersebut kini sepenuhnya berada di bawah Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jawa Timur. Pengambilalihan dilakukan untuk memastikan transparansi dan independensi pemeriksaan.
“Untuk penanganan kasus ditangani langsung oleh Bidpropam Polda Jatim,” tegasnya.
Hingga saat ini, proses pemeriksaan internal terhadap delapan anggota Polres Tuban masih berlangsung. Hasil resmi baru akan disampaikan setelah seluruh rangkaian pemeriksaan selesai.
Pengakuan Korban: Dipukuli, Disulut Rokok hingga Kuku Kaki Copot
Kasus ini mencuat setelah Muhammad Rifai (31), warga Sidorejo, Kecamatan Kenduruan, melaporkan bahwa dirinya menjadi korban salah tangkap pada 5 Oktober 2025.
Rifai ditangkap di rumah istrinya di Desa Jetis dan kemudian dibawa ke Polsek Kenduruan serta Bangilan. Ia mengaku mengalami kekerasan fisik selama proses pemeriksaan.
Menurut kesaksiannya, ia dipukuli, disulut puntung rokok, dihantam batu, hingga kuku jari kaki copot. Rifai juga menyatakan dipaksa menandatangani dokumen tanpa mengetahui isinya.
Lebih jauh, ia mengaku bahwa istrinya diminta uang tebusan sekitar Rp 20 juta, diduga untuk mengupayakan pembebasannya.
Akibat luka yang dialami, Rifai menjalani perawatan selama tiga hari di RSUD dr. R. Koesma Tuban dan kini masih menjalani pemulihan karena diduga mengalami retak pada bagian tangan.
Rifai membantah terlibat kasus pencurian yang dituduhkan. Saat kejadian, ia mengaku sedang bekerja di Lamongan, dan telah melaporkan peristiwa ini ke Polda Jatim.
“Saya ingin kasus ini diusut tuntas. Jangan sampai ada lagi warga yang menjadi korban salah tangkap,” tegas Rifai.
Perkembangan kasus ini mendapat sorotan publik, terutama terkait akuntabilitas dan penegakan disiplin di tubuh kepolisian. Penempatan khusus dan pengambilalihan pemeriksaan oleh Bidpropam Polda Jatim dinilai menjadi ujian serius transparansi penanganan dugaan pelanggaran prosedural. (*)





