Detik Bhayangkara.com, Bojonegoro – Dugaan kejanggalan dalam proyek pengaspalan di Desa Banaran, Kecamatan Malo kembali menyeruak setelah masyarakat menemukan kerusakan dini pada infrastruktur yang dibiayai lewat anggaran Bantuan Keuangan Kepala Desa (BKKD) tahun anggaran 2025 senilai Rp 412.067.842. Belum genap hitungan bulan sejak pengerjaan rampung, sejumlah titik aspal sudah retak dan mengelupas, sementara talud penahan tanah (TPT) di sisi jalan ambrol dan terlepas dari struktur utama.
Temuan ini memunculkan dugaan kuat bahwa ada persoalan serius baik pada tahap perencanaan, kualitas material, maupun pengawasan selama pengerjaan berlangsung.
Hasil penelusuran lapangan yang dilakukan beberapa warga dan pemerhati anggaran desa memperlihatkan sejumlah indikasi, aspal tidak merata dan mudah terkelupas, diduga karena campuran material tidak sesuai spesifikasi, retakan membujur dan melintang, yang umumnya terjadi jika pemadatan tidak optimal atau lapisan pondasi tidak memenuhi standar teknis, TPT rapuh dan runtuh di beberapa titik, menandakan kualitas pasangan batu, adukan semen, atau fondasi yang tidak kuat.
“Ini bukan kerusakan wajar. Biasanya proyek aspal bisa bertahan beberapa tahun. Kalau baru dikerjakan lalu retak begini, pasti ada yang tidak beres,” ujar seorang warga yang ikut mengabadikan kerusakan tersebut, Rabu (10/12/2025).
Sejumlah sumber menyebutkan, bahwa tidak semua masyarakat mengetahui detail paket pekerjaan, termasuk spesifikasi teknis dan pihak pelaksana. Minimnya dokumentasi papan proyek juga menjadi sorotan karena dapat menghambat kontrol publik.
Pemerhati tata kelola anggaran desa menilai, indikasi kerusakan dini dalam proyek senilai ratusan juta rupiah ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal desa serta diduga adanya ketidaktepatan perencanaan.
“BKKD ini uang negara. Kalau hasil pekerjaan tidak sesuai, maka harus ditelusuri apakah ada markup, pemotongan anggaran, atau penggunaan material yang tidak sesuai RAB,” ujarnya.
Upaya untuk meminta klarifikasi kepada Kepala Desa Banaran, H. Sucipto, S.E tidak membuahkan hasil, ia memilih bungkam tanpa memberikan penjelasan apa pun terkait kondisi proyek yang dipersoalkan warga.
Sikap tidak kooperatif ini memunculkan kekecewaan di tengah masyarakat yang berharap pemerintah desa memberikan transparansi.
Kerusakan dini dan indikasi kualitas rendah pada proyek BKKD ini mendorong warga menuntut audit investigatif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta penyelidikan dari Kejaksaan Negeri Bojonegoro.
“Anggaran sebesar itu harusnya menghasilkan jalan yang layak dan kuat. Kalau kenyataannya justru rusak sebelum digunakan masyarakat, kami berharap BPK dan Kejaksaan segera turun mengaudit,” ujar warga.
Kasus ini menjadi salah satu contoh bagaimana proyek-proyek dana desa dan BKKD kerap bermasalah ketika pengawasan lemah dan transparansi tidak diberikan kepada publik. Warga Banaran berharap audit menyeluruh dapat dilakukan agar kerugian negara, bila terbukti, tidak dibiarkan tanpa pertanggungjawaban.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak desa maupun instansi pemerintah terkait. (Red)






