Detik Bhayangkara.com, Bogor — Dalam Komitmen untuk menghadirkan keadilan yang merata hingga ke tingkat desa kembali ditunjukkan oleh Kepala Desa Bojong Jengkol, kecamatan Ciampea kabupaten Bogor.
Kades Awaludin dalam pertemuannya dengan Advokat Rusli Efendi, S.H., M.H., pada Sabtu (2/8) di Kantor Desa Bojong Jengkol, keduanya sepakat untuk segera membentuk Mahkamah Desa sebagai lembaga penyelesaian sengketa berbasis musyawarah dan kearifan lokal.
“Kami siap membentuk Mahkamah Desa di Bojong Jengkol dan menyediakan advokat serta paralegal dari Posbakum di desa kami, dengan adanya Mahkamah Desa, masyarakat yang mengalami perselisihan dapat menyelesaikannya secara adil, cepat, dan damai dengan landasan hukum “alternative disput resolution” tanpa harus melalui proses hukum formal yang rumit,” tegas Awaludin.
Diskusi yang berlangsung penuh semangat ini membahas langkah-langkah konkret pembentukan Mahkamah Desa, termasuk struktur kelembagaan, mekanisme penyelesaian, serta pelibatan tokoh adat dan masyarakat setempat. Mahkamah Desa diharapkan menjadi ruang pemulihan yang adil dan bermartabat, sekaligus mendorong peningkatan kesadaran hukum di lingkungan desa.
Rusli Efendi sebagai advokat menyambut positif gerakan inisiatif tersebut.
“Alhamdulillah, saya berjumpa dengan seorang kepala desa yang sangat cerdas dan visioner. Niat beliau untuk membangun desa berbasis keadilan restoratif merupakan langkah nyata dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ini adalah bentuk konkret revolusi kesadaran hukum dari desa untuk Indonesia,” ujarnya.
Pembentukan Mahkamah Desa merupakan implementasi langsung dari amanat Undang-Undang Desa yang memberikan kewenangan kepada desa untuk menyelesaikan persoalan sosial secara mandiri, beradab, dan partisipatif. Langkah ini juga sejalan dengan semangat untuk membangun keadilan substantif yang lebih dekat, cepat, dan murah bagi masyarakat.
Dengan pergerakan inisiatif ini, Bojong Jengkol dinilai berpotensi menjadi desa percontohan Khususnya Provinsi Jawa Barat dalam membangun model penyelesaian sengketa berbasis masyarakat yang inklusif, humanis, dan sesuai dengan nilai-nilai lokal. (Abet)












