Melani Korban Ketidak Profesional Oknum Penyidik Jaksel, Mencari Keadilan di Tengah Reformasi Polri

daerah18,090 views

Detik Bhayangkara.com, Jaksel – Perjalanan Melani Setiadi (69)dalam mencari keadilan menjadi potret buram penegakan hukum yang masih dirasakan sebagian masyarakat. Kasus penipuan dan penggelapan yang ia laporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan sejak 2017 hingga kini belum menemukan titik akhir yang jelas.

Empat tahun setelah laporan dibuat, tepatnya pada 2021, perkara tersebut justru dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Sebuah keputusan yang bukan hanya menutup berkas perkara, tetapi juga meninggalkan luka panjang bagi pelapor.

Bagi Melani, waktu bukan sekadar deretan angka di kalender. Tahun-tahun yang berlalu adalah masa penantian penuh harapan. Ia percaya, ketika laporan dibuat secara resmi, hukum akan bekerja, kebenaran akan diuji, dan keadilan akan menemukan jalannya. Namun kenyataan berkata lain. Saat SP3 diterbitkan, harapan yang ia rawat sejak 2017 runtuh dalam sekejap.

Secara normatif, penghentian penyidikan tentu memiliki dasar hukum. Namun dari sudut pandang pelapor, keputusan itu terasa dingin dan jauh dari rasa keadilan. Tanpa penjelasan yang utuh dan mudah dipahami, SP3 berubah menjadi ruang gelap yang menyisakan pertanyaan: mengapa proses harus berhenti, dan apakah seluruh fakta telah benar-benar digali secara menyeluruh?.

Itulah yang mendorong Melani kembali mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan Rabu 17 Desember 2025, untuk bertemu langsung dengan kapolres Kombes POL Nicolas ary Lilipaly S. IK, M.H. M.SI
dengan membawa surat pernyataan dari penggadaian Jln Wijaya IX No 17 kelurahan Melawai yang diberikan langsung oleh Ngadimin selaku kepala cabang. Langkahnya kali ini bukan untuk membuka luka lama, melainkan untuk mencari kejelasan atas keputusan yang diambil pada 2021. Didampingi Julianta Sembiring dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Aktivis Pers Indonesia, Melani berharap kasus dugaan penipuan dan penggelapan tersebut tidak hilang begitu saja dalam sunyi nya administrasi hukum.

Pendampingan hukum ini menjadi penting, bukan hanya bagi Melani, tetapi juga sebagai pesan yang lebih luas bahwa korban berhak atas penjelasan, transparansi, dan kepastian hukum. Ketika sebuah perkara dihentikan setelah bertahun-tahun berjalan, dampaknya tidak berhenti pada selembar dokumen SP3. Ada beban psikologis, kekecewaan mendalam, dan rasa tidak percaya terhadap sistem hukum yang perlahan terkikis.

Kasus ini juga mengingatkan bahwa proses hukum yang panjang dari 2017 hingga keluarnya SP3 pada 2021 adalah perjalanan emosional yang berat bagi siapa pun. Setiap panggilan, setiap perkembangan perkara, dan setiap penantian keputusan selalu dibalut harapan. Ketika harapan itu berakhir tanpa kejelasan yang memuaskan, luka yang tertinggal tidak mudah disembuhkan.

Di titik inilah penegakan hukum diuji, bukan hanya dari sisi prosedur, tetapi juga dari sisi kemanusiaan. Hukum memang harus berpijak pada aturan, namun keadilan menuntut empati dan keterbukaan. Tanpa itu, penghentian penyidikan akan selalu terasa sebagai ketidakadilan, meskipun sah secara formal.

Melani Setiadi mungkin hanya satu nama dari sekian banyak korban dugaan penipuan dan penggelapan yang melapor ke aparat penegak hukum. Namun keberaniannya untuk terus bertanya meski laporan dibuat sejak 2017 dan dihentikan pada 2021 menjadi pengingat bahwa keadilan tidak boleh diperlakukan sebagai urusan yang selesai di atas kertas.

SP3 diterbitkan tgl 15 MARET 2021 dan ditujukan ke Kejaksaan tgl 15 MEI 2021 dan di ttd oleh Kasat yang menjabat pada tahun 2020 Jimmy Christian Samma,S.K seharusnya yg menjabat pada tahun 2021 AkBP Achmad Akbar( Sungguh menambah kejanggalan yg sebelumnya dalam identitas Pelapor salah semuanya tanggal, bulan dan tahun Lahir, agama juga SALAH, Alamat tidak tertulis alias dikosongkan pekerjaan juga dikosongkan !! Nomor NIK tidak dicantumkan

Terlebih, LBH Aktivis Pers Indonesia melalui Julianta Sembiring menilai bahwa dalam perkara yang dihentikan tersebut terdapat dugaan cacat formil dalam proses penyidikan. Dugaan inilah yang membuat upaya pencarian keadilan terus dilanjutkan.

Lembaga Bantuan Hukum Aktivis Pers Indonesia berharap keadilan dapat benar-benar hadir di tengah semangat Reformasi Polri yang terus digembar gemborkan, Pencarian keadilan yang sedang diperjuangkan selama delapan tahun ini dinilai tidak boleh berhenti pada prosedur administratif semata, melainkan harus berujung pada kepastian hukum dan pemulihan hak-hak masyarakat Untuk mendapatkan keadilan.

LBH Aktivis Pers Indonesia juga berharap persoalan yang dialami pelapor mendapat perhatian serius dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sebagai bagian dari komitmen institusi Polri dalam membangun kepercayaan publik. Transparansi, profesionalisme, serta keberpihakan pada rasa keadilan diharapkan menjadi fondasi utama agar proses hukum tidak hanya berjalan, tetapi juga memberikan keadilan yang nyata bagi masyarakat, Khususnya Mellani Setiadi selaku korban atas ketidakadilan. (Syarifuddin)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *