Detik Bhayangkara.com, Kediri – Kabar burung sudah adanya akte jual beli (AJB) atas tanah yang dibeli warga kampung baru di dusun Pilangbangu Desa / Kecamatan Tarokan Kediri hanya isapan jempol. Dari penelusuran dan dari para Nara sumber yang berhasil dihimpun oleh tim awak media mengatakan, bahwa sampai saat ini warga kampung baru tersebut hanya memiliki bukti berupa kwitansi pembelian saja.
Menurut Kayatudin (55) salah satu warga yang menempati lahan tersebut mengatakan bahwa kami hanya mempunyai selembar kwitansi pembelian.
“Saya mempunyai bukti bahwa tanah yang kami tempati sekarang ini hanya selembar kwitansi saja. Jadi kalau ada kabar yang beredar bahwa status pembelian tanah kami tersebut sudah akte jual beli (AJB) adalah tidak benar alias bohong. Jadi kami ulangi lagi bahwa bukti yang kami miliki sampai saat ini adalah hanya kwitansi pembelian saja,” ucapnya, Jum’at (17/12/2021) malam.
Lanjut pria yang juga tokoh masyarakat setempat menceritakan, masalah tanah dikampung baru itu saya sudah tidak punya info apa-apa bab ini, permasalahannya masih ada janji yang masih kami pegang teguh. Masalah janji surat itu saya masih belum bisa ngasih keputusan dan saya hanya bisa menunggu saja bagaimana infonya.
“Asal mula saya sampai pindah ke kampung baru ini karena rumah saya yang dulu di timur sungai kan saya jual, rumah saya yang dulu lumayan luas didaerah situ. Lha itu janjinya yang disitu, saya dulu kan belinya bukan sama pak Lurah Tarokan tetapi sama pak Setyono sedang yang ngebosi pak Momon. Selanjutnya saya berikan, yang dulunya ada janji besuk kalau jadi semua akan saya pindah di barat sungai (yang ditempati sekarang, Red) yang bilang itu ya pak Setyono juga pak Momon yang pada saat itu bawa wartawan juga pada saat itu. Kejadian itu sudah berjalan sekitar 3 tahunan ..insyaallah..,” terangnya polos.
Kayatudin menambahkan, akhir-akhir dulu saya diberi waktu pokoknya selama lahan saya belum di keduk (digali,red) saya dipersilahkan tinggal dulu disitu, lha akhirnya papan itu sudah disahkan saya disuruh menempati dan bangun di situ (kampung baru,red). Saat saya beli tanah dikampung baru itu saya punya kwitansi …ya kwitansi biasa yang isinya menerangkan belinya tanah berapa dan terus diberi bukti kwitansi penerima uangnya..ya gitu saja. Tanah yang saya beli di kampung baru seluas 60 RU dengan harga tanahnya 300 ribu rupiah per meter persegi. Jadi saya hanya mempunyai bukti hanya kwitansi pembelian tanah itu saja, tidak ada akte jual belinya sedang yang tanda tangan dikwitansi pak Setyono dengan bermaterai enam ribu rupiah.
“Nanti insyaallah kalau ngurus masalah sertifikat akan diuruskan juga, itu yang bilang pertama pak Setyono yaitu utusan dari pak Momon. Saat ditanya siapa nanti yang membiayai pembuatan sertifikat pria yang akrap disapa Lek Yat mengatakan, lak dulu yang diwaktu itu tidak semua orang dijanji tapi saya yang dijanji sedang warga yang lainnya saya tidak tahu menahu. Semoga apa yang dijanjikan oleh pas setyono dan pak Momon saat itu terbukti membuatkan sertifikat. Saya juga sempat diketemukan sama pak kepala desa Tarokan Pak Supadi di kantor balai desa Tarokan. Saya dikasih saran kalau pak Kayatudin sabar menanti katanya akan ada pemutihan , PTSL. Kalau tidak sabar menunggu ya bisa lewat Notaris Pak Bambang Duren. Lha saya kan orang “bodo” kan nggih mawon (iya saja, red). Saya juga sempat bilang ke Pak lurah dan pak Momon, saya kan tidak bisa mengurus, saya ngikut saja,” terangnya.
“Dulu rumah saya yang di timur sungai statusnya sudah letter C. Pokoknya saya hanya menunggu janjinya saja, kapan waktunya realisasi, tanggal berapa tahun berapa kan saya tidak tahu, tapi kwitansi pembelian lahan masih tetap saya bawa. Total masyarakat yang pindah ke kampung baru ada 8 orang sedangkan yang 2 orang belum ditempati,” bebernya lugu.
Dijelaskan, bahwa lahan bekas rumah warga kampung baru yang dulu ditempati itu sekarang sudah beralih fungsi menjadi lahan tambang galian tanah uruk.
Seperti telah diberitakan sebelumnya kasus ini mencuat setelah warga yang menempati kampung baru mempertanyakan status akan tanahnya kepada perantara saat terjadi transaksi beli karena warga sampai saat ini belum memegang surat yang menyatakan bahwa tanah yang mereka tempati itu adalah benar miliknya.

Menurut Suhadak (43) warga Dusun Pilangbangu menjelaskan, kami dulu tinggal ditimur kali tapi karena rumah kami katanya kena lahan buat bandara maka rumah dan lahan kami dibeli.
“Gini mas ceritanya. Sekitar tahun 2019 yang lalu kami bersama sepuluh kepala keluarga bertempat tinggal di timur kali situ (sambil menunjukkan arah lokasi, Red). Karena katanya rumah kami masuk peta terdampak lahan bandara, maka rumah dan lahan warga ditimur kali dibebaskan untuk dibeli,” ucapnya, Jum’at (3/12/2021).
“Kami ini warga kecil dan tidak tahu apa-apa mas…kalau memang rumah kami kena proyek bandara dan harus dibebaskan maka kami ya manut saja meskipun akhirnya saya menyesal melepaskan rumah kami yang ditimur kali tersebut, yang diamini Boniran tetangganya. Rumah dan lahan para warga dibeli dengan sistem borongan, ada yang dapat 200 juta dan juga yang dapat lebih dari itu tergantung dari total luasannya,” ucapnya polos.
Lanjut Suhadak yang didampingi istrinya, mengatakan, bila rumah dan lahan kami boleh dibeli, kami dijanjikan nantinya akan direlokasi dibarat kali dan disinilah akhirnya saya diminta dan ditawari untuk membeli tanah sebagai gantinya pada saat itu yang diamini istrinya. Saat ditanya berapa harga per RU nya dia menjawab, bahwa saat beli dulu kami ditawari permeter 300 ribu dan masing-masing warga membeli sesuai kemampuannya sendiri-sendiri. kami mampunya hanya membeli seluas rumah yang saya tempati sekarang ini mas,” ujarnya.
Masih menurut Suhadak menjelaskan, “kami Getun” (menyesal, istilah red) telah melepaskan rumah kami yang ditimur kali karena status tanahnya yang saya tempati saat ini belum jelas, kami hanya dikasih kwitansi beli saja tanpa ada surat keterangan yang lain. Terus status selanjutnya tanah ini bangaimana apalagi kemarin, Kamis (4/12/2021) kwitansi kami semua dikumpulkan ke Lek Yat (kayatudin, Red) yang katanya ada kekeliruan tanda tangan milik pak khoirul.
“Kemarin saya dikumpulkan oleh pak Setyono dan pak Momon yang katanya ada kekeliruan tanda tangannya pak Khoirul. Semua kwitansi kami juga dikumpulkan, terangnya yang diamini Boniran.
Senada disampaikan Boniran (50) mengatakan “Getun” (menyesal telah menjual rumahnya.
“Saya sangat menyesal sekali pak telah melepaskan rumah dan tanah saya yang ditimur kali (sambil menunjuk lokasi,red). Rumah saya dulu biarpun belum bersertifikat tapi sudah terdaftar didesa leter C kalau sekarang ini kan masih ngambang hanya kwitansi saja,” ucapnya sambil menggelengkan kepalanya.
Lanjat pria yang sehariannya bekerja sebagai pengepul barang bekas (rosok) mengatakan, saya dulu melepas rumah saya karena katanya kena lahan bandara Dhoho Kediri. Saya hanya dapat bagian uang 110 juta karena saya merupakan anak yang paling kecil. Sekarang ini saya bingung mas..mau bangun teras saja tidak mampu, tidak bisa karena uang sudah habis untuk beli tanah dan bangun rumah.
“Kemarin saat pertemuan di Lek Yat ,(kayatudin) juga disinggung masalah sertifikat. Kalau warga bersedia sabar menunggu akan ada program PTSL tahun 2022 besuk tapi kalau tidak mau menunggu bisa ngurus sendiri dengan biaya sekitar 7,5 juta,” bebernya.

Ditempat berbeda Momon saat dimintai konfirmasi di lokasi galian (tempat ceker) terkait hal tersebut menjelaskan, bahwa tanah tersebut milik Pak Supadi.
“Tanah yang ditempati warga kampung baru tersebut memang miliknya pak Supadi yang sudah dijual kepada para warga kampung baru tersebut. Dulu pak Supadi membelinya dari pak Basrowi (Alm) dengan surat akte jual beli (AJB) Notaris,” ucapnya, Jum’at (5/12/2021)
Terkait surat kepemilikan tanah warga Momon menjelaskan, kalau warga sabar menunggu tahun 2022 akan ada program PTSL yang biaya murah, tapi kalau warga tidak sabar menunggu dipersilahkan bisa mengajukan serifikat sendiri dengan biaya sekitar 7,5 juta. Jadi untuk masalah tanah kampung baru tidak ada masalah, “terangnya.
Sementara itu kepala Desa Sumberduren, Bambang saat dimintai konfirmasi lewat whatsApp nya di nomer 0813 5953 3XXX terkait hal tersebut menjelaskan, setahu saya tanah itu milik Pak Supadi karena dulu yang ngurus dokumennya saya.
“Asal muasal tanah tersebut awalnya adalah milik Pak Sukardi atas dasar c desa,
Kemudian tanah tersebut dibeli oleh Pak Basrowi (alm) atas dasar akta jual beli.
Sebelum Pak Basrowi meninggal, tanah tersebut dibeli oleh Bu Yayak tapi belum sempat dibuatkan akta jual beli, tanah tersebut oleh Bu Yayak dijual lagi ke Pak Supadi, atas dasar akta jual beli yang ditanda tangani oleh para Ahli waris alm. Pak Basrowi,” ucapnya, Sabtu (6/12/2021)
Lanjut Kades Sumberduren, sampai sekarang ini satahu saya tanah tersebut masih milik Pak Supadi, sudah dijual atau belum saya kurang paham.
“Coba tanya langsung saja tanya ke Pak Supadi,” sarannya.
Saat ditanya terkait status tanahnya, dia menjelaskan, bahwa tanah tersebut sudah ada akte jual belinya, saya yang mengurus berkas-berkasnya tapi kalau tanah tersebut sudah dijual lagi oleh Pak Supadi saya nggak tahu. Kalau saya ditanya apakah semua ahli warisnya Alm, Pak Basrowi sudah tanda tangan, “maaf ya
Saya tidak bisa jawab karena terkait privasi keperdataan klien.
“Bene ae humek…(biar saja ramai, istilah Red), ntar lak karuan sendiri sopo sutradara, penulis skenario dan pemainnya…!!!. Langsung saja ke SPD, “pungkasnya (Bersambung). (RD)





