Berjuang Untuk Mendapatkan “Tiket” Pilkada, Arwin: Saya Tidak Ingin Masyarakat Koltim Jadi Penonton dan Pengemis di Kampung Sendiri

politik11,016 views

Detik Bhayangkara.com, Koltim – Puluhan ribu relawan masyarakat Kolaka Timur yang memadati sepanjang jalan poros batas Kolaka Timur – Konawae hingga sampai rate-rate yang melakukan penjemputan calon Bupati dan wakil Bupati Kolaka Timur H. Arwin Labatamba-H. Ismail Iskandar menandakan bahwa tingkat kesukaan masyarakat terhadap Paslon memang sangat luar biasa.

Keberhasilan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur, H.Arwin Labatamba-H. Ismail Iskandar dalam berjuang mencari “tiket” menuju pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2024 tak terlepas dari doa masyarakat Kabupaten Kolaka Timur (Koltim). Disamping itu juga merupakan bagian dari support positif yang diberikan oleh relawan atau simpatisan.

“Keberhasilan kami dalam memperoleh tiket ini tidak terlepas dari doa dari masyarakat Kolaka Timur, tim serta relawan AsLi dimasing-masing kecamatan maupun desa dalam memberikan motivasi serta melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan siapa Arwin Labatamba dan juga siapa Ismail Iskandar sehingga hari ini kami bisa mendapatkan tiket yang diberikan oleh masing-masing partai pengusung,” kata H. Arwin Labatamba dalam menyampaikan sepatah katanya, di posko juang AsLi (Arwin-Ismail), Senin (26/8/2024).

Olehnya itu, Arwin menegaskan, perihal isu-isu yang menyatakan pasangan AsLi tidak bisa mendapatkan pintu partai, hanyalah sekedar upaya untuk menyurutkan semangat pasangan AsLI Anak Koltim dalam membangun kampungnya sendiri (Kolaka Timur).

“Kalau isu partai, Alhamdulillah tidak perlu lagi diragukan karena kenapa, pasangan AsLi sudah memiliki tiket untuk bertanding pada 27 November mendatang,” ujarnya.

Arwin menceritakan, bahwa sampai dengan mengantongi tiket Pilkada, Ia dan Ismail memulai perjalanan dari tingkat kepengurusan partai paling bawah. Tidak serta-merta langsung “menembak” ke tingkat teratas dalam hal ini Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

Sebab bagi mereka, ada sebuah etika penghormatan atau penghargaan yang tidak boleh disepelekan begitu saja terhadap kepengurusan partai politik yang ada.

Etika merupakan salah satu ukuran dalam kita bersikap. Sehingga, jalur tangga kepengurusan partai ditingkat kabupaten tak bisa kami sepelekan ataupun mengabaikannya dan langsung membangun komunikasi ke jenjang paling atas. Prosedur yang kami gunakan dimulai dari tingkat bawah DPC atau tingkat II, lalu naik satu tingkat berikutnya yakni DPD atau Tingkat I, lalu ke DPP.

“Alhamdulillah, dengan etika melalui struktur dari bawah sampai berjenjang ke atas. Atau, tanpa melangkahi prosedur dari tingkat bawah maupun prosedur dari tingkat atas, maka kami diberikan kepercayaan untuk mendapatkan tiket sebagai peserta Pilkada pada 27 November mendatang,” ungkap Arwin Labatamba.

Ia menambahkan, untuk deklarasi pasangan AsLi (Arwin-Ismail) sendiri direncanakan sebelum mendaftarkan diri ke KPUD Kolaka Timur, tepatnya tanggal 29 Agustus. Selanjutnya, setelah deklarasi dan mendaftar di KPUD, lalu dibentuklah tim pemenangan dari partai pengusung untuk kemudian akan berkolaborasi bersama tim yang sudah ada saat ini.

Arwin meyakini dan memastikan bahwasanya dengan adanya partai pengusung, tim pemenangan dari partai pengusung serta kolaborasi semua tim, maka semakin memperkuat pergerakan tim pasangan AsLi di lapangan guna meraih kemenangan di Pilkada.

“Saya sampaikan hari ini bahwa seluruh pendukung AsLi mari kita memegang etika dalam hal bersosialisasi program apa yang akan kami (Arwin-Ismail) lakukan di Kabupaten Kolaka Timur.Jangan jual janji, tetapi bagaimana menjual program untuk daerah kita tercinta. Saya sampaikan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Kolaka Timur, saya siap mewakafkan jiwa raga saya untuk daerah kita ini,” ucapnya.

“Demi Allah saya bersumpah saya lahir di Rate-rate (Kecamatan Tirawuta) dan saya pun mati juga di Rate-rate. Kolaka Timur ini bukan barang jualan siapa saja pembelinya cocok maka itu yang diberikan. Maju dan mundurnya daerah kita ini tergantung dari pada siapa pemimpinnya. Kalau daerah kita ini dibiarkan dipimpin oleh orang luar maka selamanya kita yang ada sebagai orang dalam selamanya akan menjadi penonton bahkan jadi “pengemis”. Betapa perihnya, betapa sedihnya di rumah kita sendiri menjadi pengemis. Dan ini yang harus kita pikirkan,” tandasnya. (@ntoDB)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *