oleh

Aspek Perlindungan dan Jaminan Kepastian Hukum Bagi Insan Pers

-artikel-11,590 views

Detik Bhayangkara.com, Demak – Andy Maulana selaku Koordinator Satuan Tugas Khusus ( Satgasus) Saber Pungli dan Pemberantasan Korupsi GN – PK Propinsi Jawa Tengah disaat berbincang – bincang dengan awak media di Kantor Media Detik Bhayangkara memaparkan, mengenai aspek perlindungan dan jaminan hukum bagi insan pers, Selasa ( 9/2/2021 ).

Adanya suatu kondisi dan keberadaan suatu informasi dan publikasi oleh wartawan dan jurnalis harus senantiasa dilakukan suatu perlindungan dan kepastian hukum oleh Pemerintah.

Adapun suatu jaminan terhadap kebebasan pers memiliki kausalitas dengan perlindungan wartawan.

”Tidak ada gunanya ada kemerdekaan pers, tapi wartawan tidak merdeka dalam melakukan pekerjaan, dan kegiatan jurnalistik sesuai tuntutan profesinya,” ucapnya.

Menurutnya, jadi kemerdekaan pers saat berada di lapangan untuk menggali informasi agar dalam menjalankan pekerjaannya untuk mendapatkan hak atas informasi dan hak untuk tahu dari masyarakat yang notabene adalah menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya.

Karena itulah, sebagaimana tercantum dalam Pasal UU 40 Tahun 1999, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

Ada yang mengritik bahwa pasal ini tak jelas karena dalam penjelasannya hanya dikatakan bahwa “perlindungan hukum” yang dimaksud adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain mendapat perlindungan hukum, wartawan juga memiliki hak tolak dalam rangka untuk melindungi narasumber,karena semua profesi memiliki hak semacam ini.

Menilik Pasal 50 KUHP, maka wartawan dan media sebagai pelaksana UU 40 Tahun 1999 tak boleh dipidana.

Pasal 50 KUHP secara jelas menyatakan bahwa “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana”.

Karena itulah wartawan terkait tugas dan profesinya tak bisa disasar UU ITE.

Dengan demikian konsep tentang perlindungan wartawan diberikan kepada wartawan yang bekerja secara profesional.

Bukan orang yang kerap mengaku-aku sebagai wartawan tetapi sering menyalahgunakan profesinya untuk melakukan pemerasan, untuk menyudutkan orang yang ujung-ujungnya untuk mendapatkan iklan atau pembuatan berita berdasar kerja sama.

Juga bukan orang yang mengaku sebagai wartawan tapi sebetulnya pekerjaannya adalah LSM plat kuning, atau wartawan yang merangkap jadi pengacara dan menggunakan statusnya sebagai wartawan untuk menekan lawan klien atau mendapatkan akses dari panitera.

Penentuan produk jurnalistik yang benar bisa merujuk beberapa hal,antara lain karya jurnalistik diproduksi oleh lembaga yang berbadan hukum yang mencantumkan alamat jelas dan penanggungjawab serta bisa dimintai pertanggungjawaban apabila melakukan kesalahan.

Karya jurnalistik dibuat oleh wartawan profesional yang menaati KEJ dan bila ada kesalahan mengakomodasi hak jawab, hak koreki, serta permintaan maaf.

Pada redaksi media bersangkutan berlaku model pertanggungjawaban air terjun (waterfall responsibilities) sehingga tak memungkinkan seorang wartawan yang meliput langsung bisa menyebarluaskan berita sekaligus merangkap tanpa proses editing.

Ada tembok api yang memisahkan antara urusan redaksi yang lebih bertumpu pada pencarian dan pembuatan berita dengan urusan pencarian iklan.

Saat ini institusi media tengah marak, terutama media online banyak orang yang mengaku sebagai wartawan ternyata tanpa pernah menulis berita.

Dengan mudah mereka membuat kartu pers sendiri dan menggunakan nama – nama seram mirip dengan institusi KPK, BIN atau Kepolisian.

Tujuan utama tidak lainnya adalah keuntungan ekonomi pribadi semata.

Institusi media ini tak memenuhi syarat,ketentuan dan standar perusahaan pers yang diakui oleh Dewan Pers.

Perusahaan dikelola ala industri rumah tangga yang kadang melibatkan suami, istri,anak,saudara terdekat.

Para wartawannya banyak yang merangkap sebagai pengurus lembaga lain.

Dalam kemerdekaan pers yang sedang kita nikmati ini, mereka adalah para penunggang gelap kemerdekaan pers.

Mandat Dewan Pers jelas melindungi kemerdekaan pers, untuk itulah Dewan Pers membuat MOU dengan kepolisian, kejaksaan, dan mendorong Mahkamah Agung untuk melahirkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 dalam rangka memberikan perlindungan kepada wartawan.

Dewan Pers juga membuat MOU dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Selain itu Dewan Pers juga melatih dan menerbitkan sertifikat kepada 105 ahli pers yang terdiri dari wartawan senior dan akademisi di seluruh Indonesia. Para ahli pers ini bertugas memberikan keterangan ahli dalam penyidikan yang dilakukan aparat kepolisian dan kejaksaan atau tampil dalam sidang di pengadilan.

”Tujuan dari semua itu jelas, yaitu melindungi kemerdekaan pers dan wartawan profesional,termasuk dari rongrongan praktek abal-abalisme yang tengah marak saat ini,” tandasnya. ( Adhi.S)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed