oleh

Perum Perhutani KPH Padangan Dilaporkan Ke Komisi Pemberantasan Korupsi Oleh Warga

-headline-10,275 views

Detik Bhayangkara.com, Kab Bojonegoro – Sektor perkebunan tebu merupakan suatu program besar hasil rekayasa pemerintah, program tersebut jika dikembangkan besar-besaran dapat mengakibatkan hilangnya lahan hutan dan merusak tujuan Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional, pemerintah tengah merubah peruntukan lahan lebih dari 1 juta hektar hutan tropis menjadi perkebunan tebu.

Perluasan lahan ini membuka kemungkinan terjadinya potensi konflik dengan masyarakat lokal, memberikan dampak luas terhadap keanekaragaman hayati, dan emisi karbon.

Konflik dengan masyarakat lokal sudah terjadi di beberapa wilayah pangkuan hutan di Jawa Timur, khususnya di Perum Perhutani KPH Padangan Kabupaten Bojonegoro. Ratusan masa melakukan aksi demonstrasi di depan kantor KPH Padangan pada awal bulan November, Kamis (2 November 2023).

Tidak hanya sebatas Demonstrasi, Program ketahanan pangan Nasional dengan pengelolaan hutan (P. 81) telah berbuntut panjang, bahkan salah satu warga telah melaporkan Perum Perhutani KPH Padangan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi Dana Pembangunan Hutan seluas kurang lebih 700 hektar dalam waktu lima tahun sejak tahun 2018 sampai tahun 2023.

Menurut warga yang melaporkan, bahwa karena Perhutani tidak punya komitmen untuk melestarikan hutan. Terbukti sejak ada program tebu yang bertujuan untuk ketahanan pangan dan kelestarian hutan justru hutan bertambah gundul. Yang mestinya sejak tahun 2019 sudah ada pembangunan hutan, karena dalam perjanjian jelas disebutkan 41 % untuk tanaman tebu dan 59 % untuk tanaman kehutanan.

”Ada tiga Lembaga sebagai terlapor, Perhutani terlapor satu karena sebagai Lembaga pelaksana Pembangunan Hutan. PT. WDM (Wahyu Daya Mandiri) terlapor dua karena sebagai pihak ketiga penyandang Dana Pembangunan Hutan. Sedangkan terlapor tiga merupakan Cabang Dinas Kehutanan Bojonegoro, yang merupakan lembaga pengambil kebijakan terkait berlangsungnya program tanam tebu di wilayah Perhutani,” ucapnya.

Menurut Waka ADM KPH Padangan (Dony) saat di konfirmasi via WA menyampaikan, bahwa Dana Pembangunan Hutan termasuk Dana pendapatan perusahaan.

“ Saya ndak tahu dana tiga miliar itu anggaran apa….?, setahu saya Dana Bagi Hasil dari tanaman tebu yang masuk di perusahaan” kata Waka.

Ditambahkannya, sedangkan untuk Dana Pembangunan Hutan yang dilaporkan oleh warga tidak sampai 3 miliar. Karena DPH (Dana Pembangunan Hutan) untuk tahun pertama 4 juta per hektar dan tahun ke dua 3 juta per hektar.

”Sedangkan untuk tahun ke tiga dan seterusnya hanya 2 juta per hektar, itupun lahan yang telah dalam perjanjian tidak dikelola semua oleh WDM. Jadi banyak lahan yang terbengkalai,” pungkasnya.

Menurut pelapor, Abidin mengatakan bahwa, laporannya ke KPK sudah terverifikasi oleh KPK tanggal 18 Desember 2023 dan tinggal tunggu nomor registrasi saja.

“Saya melaporkan Perhutani karena pengelolaan hutan yang dilakukan Perhutani hanya di peras hasilnya saja. Sedangkan untuk kelestarian hutan tidak pernah dipikirkan,” katanya.

“Mestinya dengan Dana Pembangunan Hutan yang diperoleh dari kerjasama tanam tebu sudah mempu melakukan reboisasi untuk pembangunan Hutan, tapi kenyataanya selama ada tanaman tebu belum pernah ada penanaman hutan kembali,” pungkasnya.

Sampai berita ini ditayangkan Tim Investigasi belum berhasil menghubungi pihak WDM yang berkantor di Surabaya. (Ipung)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed